KABUPATEN CIREBON, iNews.id - Patih Kanoman, Pangeran Patih Raja Mohammad Qodiran, menilai apa yang dilakukan salah satu kubu pada perebutan tahta Kraton Kasepuhan dianggap tidak sah, karena tidak sesuai dengan aturan adat, yang di Cirebon dikenal sebagai pepakem.
Dalam Djumenengan, menurut Pangeran Patih Qodiran, Sultan yang naik tahta adalah putra laki-laki tertua dari Sultan sebelumnya.
Putra mahkota ini merupakan anak dari Permaisuri (Istri Sultan yang di akui yang merupakan juga garis keturunan dengan gelar Ratu).
"Djumenengan juga harus nya dilakukan di tahtanya (bangsal prabayaksa) bukan ditempat lain, apalagi dirumah, karena Sultan adalah pemangku adat," katanya.
Pangeran Patih Qodiran mengatakan, prosesi Djumenengan itu disaksikan oleh seluruh keluarga, sesepuh, abdi dalam dan juga masyarakat luas.
"Pada saat Djumenengan, Sultan yang akan naik tahta juga harus menggunakan baju kebesaran dan juga menggunakan kuluf (semacam mahkota)," tandasnya.
Pangeran Patih Qodiran menjelaskan pada saat Djumenengan yang melantik Sultan baru adalah Rama Patih, jika tidak ada Rama Patih maka yang melantik Sultan baru adalah Ratu dalam (Permaisuri Sultan sebelumnya).
"Djumenengan juga ada penyerahan pusaka yang menjadi ikon dari Kesultanan, dan pepakem ini merupakan aturan baku yang sudah turun temurun sejak zaman dulu," jelasnya.
Editor : Miftahudin