Dalam sambutannya Kejari Kabupaten Cirebon, Hutamrin, menjelaskan, Restorative Justice dapat dilakukan sesuai Peraturan Jaksa Agung (PERJA) No.15/2020 dengan beberapa persyaratan diantaranya pelaku belum pernah melakukan kejahatan sebelumnya alias baru pertama kali melakukan kejahatan, ada bukti tertulis perjanjian damai antara pelaku dan korban, kerugian material yang ditimbulkan tidak lebih dari Rp2,5 juta dan ancaman hukuman yang akan diberikan tidak lebih dari 5 tahun.
"Dengan diberlakukanya Keadilan Restorative maka sudah tidak ada lagi hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas, tapi semua permasalahan hukum bisa diselesaikan tanpa harus ke meja hijau dan bisa diselesaikan kedua pihak secara baik dan insyaf dalam arti semua saling menyadari perbuatannya,"terangnya.
Dengan diberlakukannya GRJ, lanjutnya, semoga semua permasalahan hukum khususnya yang ada di desa Kamarang ini bisa cepat diselesaikan diluar persidangan baik masalah pidana, perdata atau permasalahan hukum lainnya dengan melibatkan aparat hukum, baik dari kejaksaan, kepolisian ataupun TNI sehingga kenyamanan, keamanan dan kondusivitas tetap terjaga di desa.
"Kejaksaan negeri kabupaten Cirebon juga telah meluncurkan 2 aplikasi, diantaranya aplikasi perkumpulan para kuwu se Kabupaten Cirebon sehingga apa permasalahan yang dihadapi kuwu bisa dilaporkan dalam aplikasi tersebut dan bisa dikonsultasikan khususnya bidang intelijen,"tandasnya.
Dijelaskannya lagi, untuk aplikasi yang satunya lagi berupa aplikasi laporan atau Whistle Blower sehingga secara terdata secara digital, setiap laporan tercatat dalam aplikasi tersebut dan dijamin seratus persen laporan dirahasiakan, akan tetapi laporan harus disertai data pelapor, jika tidak ada data pelapor maka akan kita abaikan sebagai wujud kedewasaan dan pertanggungjawaban atas laporan tersebut, dan sebaiknya laporan disertai bukti awal supaya bisa ditindaklanjuti dengan baik.
Ditempat yang sama, Ketua DPRD Kabupaten Cirebon H. Mohammad Luthfi dalam sambutannya mengatakan, pembangunan tidak dapat dilaksanakan dalam tiga kondisi, pertama kondisi perang situasi tidak aman, kedua adanya konflik politik antara pendukung atau antara legislatif dan eksekutif dan terakhir konflik sosial.
"Mustahil pembangunan bisa dilaksanakan tapi bila situasi keamanan, politik dan sosial bisa terurai maka teknokrasi pelaksanaan pembangunan bisa terakselerasi dengan baik.
"Saat akselerasi bisa berjalan baik dari perencanaan pelaksanaan, di ujung ada yang tidak kalah penting yakni sinergitas dan kolaborasi,"tambahnya.
Editor : Miftahudin