SRI SULTAN Hamengku Buwono (HB) IX dikenal sosok yang kalem dan humanis. Sebagai Raja Yogyakarta, dia menggunakan ungkapan-ungkapan polos dan membumi agar bisa dipahami rakyatnya.
Pria dengan nama Gusti Raden Mas Dorodjatun diangkat Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) IX pada 18 Maret 1940.
Sebagai raja, HB IX meninggalkan sifat-sifat feodal dan tak segan keluar masuk pedesaan hingga Gunungkidul dan Kulonprogo. Hal yang jarang dilakukan raja-raja pendahulunya sehingga dia bisa dianggap sebagai pionir blusukan.
Ada peristiwa unik saat HB IX blusukan sendirian di Desa Godean, Land Rover-nya dihentikan oleh seorang perempuan penjual beras yang sudah sepuh.
Dia pun menghentikan jip buatan Inggris itu ke pinggir dan segera turun. Belum sempat mengeluarkan sepatah kata, perempuan tua itu berseru “Niki, karung-karung beras niki diunggahake!” (Ini, karung-karung berasnya dinaikan).
Rupanya, sang penjual beras yang tak mengenal wajah Sri Sultan mengira raja Jawa itu sebagai sopir angkutan beras yang biasa membawa para pedagang ke Pasar Kranggan di wilayah Kota Yogyakarta.
Tanpa banyak bicara, Sri Sultan pun mengangkat dua karung besar beras ke bagian belakang kendaraannya. Sementara itu sang penjual beras tanpa meminta izin menaiki jip dan duduk di samping Sri Sultan.
Sepanjang jalan, mereka ngobrol dengan akrabnya hingga sampai di tujuan. Tanpa diperintah, Sri Sultan pun keluar dari mobil dan dengan tangkas menurunkan karung-karung tersebut.
Editor : Sazili MustofaEditor Jakarta