JAKARTA, iNews.id - Meningkatnya Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang kerap kali berujung pada pembunuhan banyak dilakukan suami terhadap istri perlu menjadi perhatian masyarakat.
Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Josias Simon menjelaskan emosi berlebihan yang tak terkontrol menjadi puncak para pelaku membunuh korban pada kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Hubungan tidak harmonis dan komunikasi buruk hingga tak bisa menyelesaikan masalah, termasuk masalah ekonomi, menjadi penyebab KDRT berujung pembunuhan.
"Awalnya kekerasan verbal, kemudian terjadi kekerasan lalu terjadi pembunuhan," kata Josias.
Berkaca dari beberapa kasus yang ada, Josias menilai umumnya pembunuhan dalam KDRT lebih disebabkan spontanitas pelakunya. Sekalipun emosi tak terkendali, menghabisi nyawa juga bukan bagian dari keinginan pelaku.
Karena itulah, tak heran bila dalam beberapa kasus para pelaku KDRT kemudian menyesal telah menghabisi korban yang kebanyakan bagian dari keluarganya.
"Mereka sebenarnya hanya ingin memberikan efek jera, tapi berujung kelepasan dan membuat korbannya terbunuh," kata Josias.
Sekalipun demikian, tak dipungkiri dalam beberapa kasus dengan faktor ekonomi, seperti warisan atau ingin mengusai sesuatu, para pelaku memang lebih dahulu ingin membunuh.
Karena itu, Josias menyarankan dalam setiap permasalahan di lingkungan keluarga, pendekatan dan pola komunikasi wajib dilakukan. Sebab, apa pun bentuknya, KDRT merupakan kerugian besar.
Sementara Kepala Timsus Satnarkoba Polres Metro Jakarta Barat AKP Anggoro Winardi mengatakan, dalam kasus-kasus yang ditangani polisi, sakit hati hingga berniat melukai pasangannya memicu sejumlah kasus KDRT berujung pembunuhan. Meski demikian, terbunuhnya korban KDRT umumnya disebabkan situsional.
"Artinya tergantung kondisinya. Bukan berniat benar benar membunuh," kata AKP Anggoro Winardi.
Mantan Kanit Reskrim Polsek Kalideres ini menuturkan, umumnya kasus KDRT yang terjadi berujung terbunuhnya karena hanya ingin melukai. Misalnya, seorang suami yang pulang ke rumah melihat istrinya chatting dengan orang merasa cemburu sehingga ingin melukai korban.
Namun, emosi yang tak terbendung dan bablas membuat korbannya terbunuh. Ada juga dalam beberapa kasus motif ekonomi yang berujung pembunuhan. Misalnya, keluhan suami yang bosan dengan makanan si istri yang tak variatif, contoh disuguhkan telor setiap pulang.
Karena kecewa, dia kemudian menyampaikan hal itu dan dibalas istri yang terus-menerus cerewet. Di situlah akhirnya suami yang emosi kebablasan dan melukai korbannya.
"Ini yang umumnya terjadi. Sifatnya situasional, tergantung emosi pelaku, tak bisa terkendali," katanya.
Editor : Miftahudin