JAKARTA, iNews.id - Siapa tidak kenal dengan Presiden Indonesia pertama Soekarno? Sampai hari ini masih dipuja banyak orang lantaran kepribadiannya yang tak tertandingi. Bahkan, publik Singapura pernah dibuat geger oleh gaya lantang bung besar itu.
Kehebohan itu cuma lantaran Soekarno memekik keras kata "Merdeka!".
Singkatnya, pada 1955 Soekarno hendak pergi beribadah haji ke Tanah Suci. Dalam perjalanan ke Arab Saudi, pesawat yang ditumpangi sang proklamator harus singgah terlebih dahulu di Singapura. Warga Indonesia yang ada di Singapura pun antusias menyambut dan meminta Soekarno memberi wejangan.
Bung Karno terkenal dengan gaya berpidatonya yang berapi-api, tidak terkecuali saat berada di Singapura. Dalam pidatonya, beberapa kali Bung Karno memekik "Merdeka... Merdeka... Merdeka!!!". Sontak pers Singapura yang hadir kaget dengan kata-kata itu. Apalagi saat itu Singapura masih berada di bawah pengaruh imperialisme Inggris.
Pada keesokan harinya, pers imperialis Singapura menulis besar-besar: “Presiden Sukarno menjalankan ill-behaviour“. Soekarno dianggap kurang sopan. Saat Soekarno berada di Arab Saudi, pers Singapura masih terus meramaikan kejadian tersebut.
Soekarno dianggap mengompori publik Singapura untuk lepas dari Inggris. Begitu Bung Karno kembali dari Tanah Suci dan singgah lagi di Singapura, pers lokal memberondongnya dengan pertanyaan seputar kata "Merdeka" itu.
"Tahukah Paduka Yang Mulia Presiden, bahwa tatkala Paduka Presiden meninggalkan kota Singapura di dalam perjalanan ke Mesir dan Tanah Suci, Paduka dituduh kurang ajar, kurang sopan, ill behaviour, oleh karena Paduka Presiden memekikkan pekik merdeka dan mengajarkan kepada bangsa Indonesia di sini memekikkan pekik merdeka! Apa jawab Paduka Presiden atas tuduhan itu?" tanya wartawan kepada Bung Karno.
Bung Karno menjawab dengan tenang, “Pendek kata jikalau orang Indonesia bertemu dengan orang Indonesia, selalu memekikkan pekik ‘merdeka’! Jangankan di surga, di dalam neraka pun!!!” jawabnya, seperti dikisahkan Roso Daras, penulis buku 'Total Bung Karno, Serpihan Sejarah yang Tercecer'. Roso menyebut, wartawan-wartawan Singapura cuma bisa melongo karena jawaban itu.
Editor : Miftahudin