get app
inews
Aa Text
Read Next : Rahardjo Djali Menggelar Djumenengan Secara Tertutup , Akui sebagai Sultan Aloeda II

Djumenengan Rahardjo Djali Dianggap Tidak Sah, Konflik Keraton Kasepuhan Makin Memanas

Kamis, 19 Agustus 2021 | 18:47 WIB
header img
Ketua Buhun pemangku adat tertinggi Nusantara, Santana Kasultanan Cirebon (Pimpinan tertinggi Juriah), Raden Heru Rusyamsi Aryanatareja menolak keras Djumenengan Rahardjo Djali ( Foto : Dede Kurniawan)

CIREBON,iNews.id - Ketua Buhun pemangku adat tertinggi Nusantara, Santana Kasultanan Cirebon (Pimpinan tertinggi Juriah), Raden Heru Rusyamsi Aryanatareja menolak keras Djumenengan yang dilaksanakan oleh kubu Rahardjo Djali pada Rabu (18/8/2021), kemarin.

Heru menilai Rahardjo Djali kalau secara keturunan merupakan keturunan dari Ki Muda (Sultan Sepuh VI) ini berdasarkan informasi dari sejarahwan Cirebon (alm) Dr R Achmad Opan Safari Hasim.

"Dari sejarahwan saja sudah jelas kok, siapa Ki Muda sebenarnya, turunan Kanjeng Sunan Gunung Jati itu berakhir di Sultan Sepuh ke V setelah itu bukan lagi keturunan dari Sunan Gunung Jati," katanya.

Heru juga sangat menyayangkan adanya keluarga yang berpihak kepada Rahardjo Djali dan berharap segera di buka pintu hidayah untuk saudaranya tersebut, dirinya berharap saudaranya ini bisa lebih memahami mana yang trah keturunan dan mana yang bukan.

Menurut pria yang akrab disapa Pangeran Kuda Putih ini, solusi yang tepat untuk menyelesaikan permasalah di Kasepuhan adalah Keraton Kasepuhan harus di kosongkan terlebih dahulu, setelah itu dilakukan audit oleh pihak pemerintah. Kemudian pihak pemerintah menjadi mediator atas permasalahan yang terjadi di Keraton Kasepuhan.

"Ada atau tidaknya Sultan di Keraton Kasepuhan sebenarnya tidak mempengaruhi perekonomian dan kehidupan masyarakat Cirebon secara keseluruhan," katanya.

Heru juga mengaku prosesi Djumenengan yang dilakukan di umah kulon dianggap sudah keluar dari pepakem yang ada, karena sejatinya Djumenengan sultan itu dilakukan di salah satu bangsal di dalam Kraton (bangsal Prabayaksa) seperti yang dilakukan oleh sultan-sultan sebelumnya.

"Kalau yang saya lihat itu kaya acara pernikahan dimana rumah pribadi di setting sedemikian rupa seolah-olah tempat Djumenengan, dan ini jelas tidak sah, karena tatanan nya saja tidak dilaksanakan," tandasnya.

Editor : Miftahudin

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut