Said menceritakan, tahun 2023 harga komoditas ekspor Indonesia tidak setinggi pada tahun 2022, namun Indonesia masih berhasil surplus neraca perdagangan selama 44 bulan terakhir. Bahkan mampu menjalankan reformasi struktural pada sektor perpajakan seiring dengan disahkannya Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Situasi inilah yang membuat pendapatan negara tahun 2023 mengulang kisah sukses sejak 2021 lalu.
“Agar belanja negara berjalan makin baik, keuangan pusat dan daerah lebih konvergen, dan berbasis outcome, kita juga mengonsolidasikan keuangan Pemerintah Pusat dan daerah melalui Undang-Undang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah.Beleid ini menjadi modal penting bagi Pemerintah melakukan reformasi kebijakan belanja pada tahun 2023 lalu dan ke depan,” katanya.
Menghadapi situasi ekonomi dan keuangan global yang tidak menentu, lanjut dia, Badan Anggaran DPR dan Pemerintah sepakat, melalui APBN 2023 dan 2024 memberikan perlindungan maksimal bagi keluarga miskin. APBN harus diposisikan sebagai shock absorber, berperan penahan guncangan. Itu sebabnya anggaran perlindungan sosial ditebalkan pada tahun 2023 dan 2024. Oleh karena itu, kebijakan ini jangan disalahgunakan sebagai kebijakan sinterklas pada masa pemilu.
“Karena penebalan anggaran perlinsos inilah kita berhasil menjaga daya beli rumah tangga. Kita paham betul, pengaruh inflasi terhadap tingkat kemiskinan sangat besar.
Oleh sebab itu, inflasi yang menjadi momok di banyak negara selama dua tahun terakhir mampu kita kendalikan cukup baik. Tren angka inflasi sepanjang 2023 terus turun, dari awal tahun inflasi mencapai 5,2 persen menjadi 2,9 persen pada Desember 2023,” beber Said.
Editor : Miftahudin