Oman mencatat, dalam kurun 25 tahun ke depan, yakni dari tahun 1444 – 1468 H atau 2023 – 2046 M diprediksi akan terjadi perbedaan Idul Adha antara Muhammadiyah dan pemerintah sekitar 7 kali atau 7 tahun. Artinya, 7 kali dari 25 tahun itu berarti 25% nya berbeda dengan pemerintah. Selain itu Idul Fitri juga diprediksi akan berbeda 6 kali dan awal Ramadan 3 kali.
“25 tahun ke depan sampai tahun 2046, Muhammadiyah akan berkali-kali berbeda dengan pemerintah, kecuali kalau kriteria pemerintah berubah. Kalau kriteria masih sama maka prediksinya seperti itu. Oleh karena itu penting bagi kita untuk mempersiapkannya,” tutur Oman.
Sementara itu, Rektor UAD Muchlas Arkanuddin mengatakan bahwa perbedaan jatuhnya hari besar umat Islam seperti awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah merupakan suatu hal yang wajar.
Perbedaan ini bukan semata-mata metode hisab dan rukyat, melainkan terkait kriteria tinggi hilal.
Pemerintah menetapkan 3 derajat, sedangkan Muhammadiyah kurang dari 3 derajat asal telah terjadi konjungsi dan konjungsinya sebelum matahari terbenam maka telah ditetapkan sebagai bulan baru.
“Dinamika perbedaan-perbedaan ini harus disikapi dengan bijak khususnya sebagai warga muhamamdiyah. Dan UAD merasa bangga telah ditunjuk sebagai host atau tuan rumah dalam seminar ini,” tutur Muchlas.
Selain merespons perbedaan awal Zulhijah, seminar ini juga membahas permasalahan seputar pelaksanaan kurban, seperti berkurban 1 sapi/kerbau untuk lebih dari 7 orang, mengatasnamakan kurban untuk orang yang sudah meninggal dunia, serta inovasi dalam teknis pelaksanaannya seperti kornetisasi atau kalengisasi daging kurban hingga problem mewabahnya virus penyakit mulut dan kuku (PMK) pada hewan kurban, dan masalah-masalah lainnya.
BACA JUGA:
Kisah Polisi Cirebon yang Ketiban Berkah Idul Adha, Ternak Sapi Raup Omzet Rp1 Miliar
Editor : Miftahudin