JAKARTA, iNews.id - Letnan Jenderal (Purn) TNI Kuntara merupakan salah satu purnawirawan Perwira Tinggi TNI Angkatan Darat dengan sejumlah prestasi mentereng.
Selama 32 tahun masa dinasnya di militer sejak 1963 hingga 1995, sejumlah jabatan strategis pernah diembannya sampai pensiun dengan pangkat jenderal bintang tiga.
Kuntara merupakan salah satu jenderal di TNI yang berlatar belakang Tionghoa. Dia terlahir dari orang tua keturunan Tionghoa pada 1939 di Cirebon, Jawa Barat.
Karier militernya dimulai saat menempuh pendidikan di Akademi Militer Nasional (AMN) di Yogyakarta. Dia merupakan lulusan Angkatan V pada 1963 yang saat itu jumlah tarunanya sebanyak 117 orang.
Kuntara seangkatan dengan mantan KSAD Jenderal TNI Wismoyo Arismunandar, mantan Gubernur Jatim Mayjen TNI Basofi Sudirman dan mantan Pangdam IX Udayana Letjen TNI Sintong Panjaitan.
Kops Pasukan Khusus (Kopassus) TNI AD.(Foto:Ist)
Almarhum pernah menjabat sebagai Wakil Danjen Kopassus pada 1983-1987, lalu pada 1988-1992 naik pangkat menjadi Danjen Kopassus.
Selanjutnya pada 1992 hingga 1994 Kuntara menjabat Pangkostrad. Setelah pensiun dari militer, Kuntara dipercaya menjadi Duta Besar RI untuk China. Dia diketahui sangat fasih berbahasa Mandarin. Dia bertugas di Negeri Tirai Bambu periode 1997-2001.
Jejak kariernya sebagai tentara tercatat, Letjen Kuntara pernah terlibat dalam Operasi Woyla untuk membebaskan para sandera dalam pesawat Garuda Indonesia yang dibajak di Bandara Don Muang, Bangkok, Thailand tahun 1981. Operasi penyerbuan ini dipimpin Sintong yang saat itu menjabat Asinsten Operasi Kopassandha.
Persiapan operasi itu relatif singkat. Tim Baret Merah berkejaran dengan waktu untuk segera membebaskan para penumpang yang disandera kelompok teroris Komando Jihad tersebut.
Dalam masa-masa persiapan itu, Asiten Hankam Benny Moerdani terus memonitor, termasuk urusan peluru yang akan digunakan untuk penyerbuan.
Ilustrasi Kopassus.(Foto:Ist)
Suatu ketika, Benny memerintahkan Kuntara untuk mengambil peluru kaliber 9 mm di Tebet untuk memastikan senjata yang digunakan pasukan Sintong bekerja baik. Kuntara juga banyak terlibat dalam operasi pertempuran. Saat berpangkat mayor, dia termasuk salah satu yang diterjunkan dalam Operasi Flamboyan di Timor Timur.
“Dia sebagai Wadangrup 1/Parako bertugas dalam Operasi Flamboyan, suatu operasi intelijen tempur pimpinan Kolonel Inf Dading Kalbuadi yang bermarkas di Motaain. Kuntara membawahi Denpur 2/Parako pimpinan Mayor Muhidin,” kata Sintong Panjaitan dalam buku ‘Sintong Panjaitan: Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando’ tulisan Hendro Subroto.
Operasi Flamboyan kelak disusul dengan pendaratan pasukan besar-besaran yang dikenal sebagai Operasi Seroja. Para tentara muda yang turut diterjunkan di awal-awal operasi itu, antara lain Luhut Binsar Pandjaitan, kini Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.
Sejak September 1975, Denpur 2 Grup 1 Parako/Kopassandha di bawah pimpinan Muhidin berkekuatan dua kompi atau sekitar 250 orang telah tiba di perbatasan Timor Timur. Kompi A di bawah pimpinan Lettu Inf Marpaung, sementara Kompi B dipimpin Lettu Inf Kirbiantoro.
“Penugasan Denpur 2 di daerah perbatasan dipimpin Mayor Inf Kuntara. Pasukan pemukul Operasi Flamboyan terdiri atas tiga tim yaitu Tim Susi, Tim Umi dan Tim Tuti,” kata Hendro Subroto dalam buku ‘Saksi Mata Perjuangan Integrasi Timor Timur’.
Setelah tak lagi dari militer, Kuntara ditunjuk sebagai Duta Besar RI untuk Republik Rakyat China. Mantan Pangkostrad tersebut bertugas di Negeri Tirai Bambu tersebut pada 1997-2001.
Purnawirawan Korps Baret Merah TNI AD ini meninggal dunia di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Jakarta Pusat karena sakit pada Sabtu (21/8/2021). Jenazahnya dimakamkan di TMPNU Kalibata.
Editor : Sazili MustofaEditor Jakarta
Artikel Terkait