Sultan Keraton Kanoman, Sultan Raja Muhammad Emirudin, memimpin langsung jalannya ritual, sementara Patih Keraton, Pangeran Raja Muhammad Qodiran, memimpin jalannya pawai.
Menurut Arimbi, setiap unsur dalam pawai sarat filosofi. Jumlah tumpeng nasi jimat, yang bisa tujuh atau dua belas, melambangkan Nabi, para sahabat, hingga para wali penyebar Islam di tanah Jawa.
“Simbol-simbol ini mengajarkan manusia tentang keterikatan pada ciptaan Allah, baik berupa unsur fisik seperti air, api, tanah, dan angin, maupun unsur nonfisik seperti ilmu, nur, dan suhud,” jelasnya.
Suasana Ritual
Sejak sore, suasana di kawasan keraton semakin semarak. Pedagang kaki lima memenuhi area sekitar, menawarkan makanan dan minuman kepada para pengunjung. Lantai pendopo yang dipenuhi bunga melati menambah khidmat prosesi.
Tepat pukul 21.00 WIB, ritual dimulai. Lantunan Barzanji dan shalawat bergema, menutup malam dengan nuansa religius yang penuh khusyuk.
“Panjang Jimat bukan hanya ritual tahunan, tetapi warisan adiluhung yang meneguhkan identitas Cirebon sebagai kota wali,” pungkas Arimbi.
Editor : Miftahudin
Artikel Terkait