Asep pun mendesak Pemerintah Kota Cirebon, khususnya Dinas Lingkungan Hidup (DLH), untuk segera turun tangan dan menangani permasalahan pencemaran ini secara serius.
“Kami butuh perhatian dan solusi nyata dari Pemkot Cirebon. Warga sangat terdampak oleh pencemaran ini,” tegasnya.
Hal senada disampaikan oleh warga lainnya, Sri Hayati. Ia mengaku telah menutup sumurnya selama dua tahun terakhir karena airnya sudah tidak layak pakai.
“Sudah dua tahun sumur saya tidak dipakai. Airnya bau dan keruh, diduga karena tercemar limbah dari TPA Kopiluhur,” ungkap Sri.
Sri juga mengaku mengalami gatal-gatal dan iritasi kulit setelah mandi dan mencuci menggunakan air sumur.
“Lihat saja kulit saya, jadi gatal-gatal setelah pakai air itu untuk mandi. Akhirnya sekarang untuk kebutuhan minum, saya terpaksa beli air galonan tiap bulan,” tambahnya.
Melihat kondisi ini, warga Kalilunyu berharap pemerintah segera mengambil langkah konkret, termasuk penyediaan air bersih dan penanganan limbah dari TPA Kopiluhur yang diduga menjadi sumber utama pencemaran.
Keluhan dari warga Kalilunyu ini menambah deretan dampak lingkungan yang muncul akibat keberadaan TPA yang terlalu dekat dengan pemukiman. Hingga saat ini, belum ada tindakan nyata dari pihak berwenang untuk mengatasi krisis air bersih tersebut.
Editor : Miftahudin
Artikel Terkait
