Mengintip Ritual Jamasan di Balik Dinding Keraton Kasepuhan Cirebon

Riant Subekti
Pangeran Raja Goemelar Soeryadiningrat, Patih Sepuh Keraton Kasepuhan saat membersihkan kereta pusaka singa barong dengan air jamasan. Foto : Riant Subekti / iNews Cirebon

Hidupnya Warisan Budaya

 

Bagi masyarakat Cirebon, jamasan bukan hanya milik keraton. Ia adalah milik bersama, lambang bahwa akar budaya dan spiritual masih kuat mencengkeram tanah dan hati mereka. Jamasan adalah identitas, jati diri, sekaligus pengingat bahwa nilai-nilai adiluhung masih dijaga dengan sepenuh hati.

 

“Selama Keraton Kasepuhan berdiri, jamasan akan tetap dilakukan. Ini bukan tradisi yang bisa hilang begitu saja. Ini warisan yang menyatukan kita,” tegas Pangeran Goemelar.

 

Tak heran, setiap tahun prosesi ini selalu menarik perhatian wisatawan, peneliti, bahkan akademisi. Bagi sebagian orang, jamasan adalah tontonan budaya. Tapi bagi yang memahami, ia adalah pelajaran hidup yang bernilai.

 

Muharam dan Penyucian Batin

 

Pemilihan bulan Muharam untuk prosesi ini bukan tanpa alasan. Dalam kalender Islam, Muharam adalah bulan suci, waktu untuk memulai yang baru. Maka jamasan pun tak hanya menyucikan pusaka, tetapi menjadi simbol penyucian batin. Ia mengingatkan bahwa manusia pun perlu membersihkan diri dari dosa dan kesalahan, menyongsong tahun baru dengan semangat yang lebih bersih dan niat yang lebih tulus.

 

Di tengah arus zaman yang bergerak cepat, tradisi jamasan berdiri sebagai jangkar. Ia menegaskan bahwa Keraton Kasepuhan bukan hanya pelindung artefak, tapi juga penjaga nilai-nilai luhur yang terus menyala, menembus batas generasi.

 

 

 

Editor : Miftahudin

Sebelumnya

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network