BANDUNG, iNews.id - Peristiwa seorang pasien meninggal dalam perjalanan di taksi online yang videonya viral, membuat Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil angkat bicara. Ridwan Kamil menyatakan, insiden pasien meninggal dalam perjalanan itu bukan karena penyekatan yang dilakukan petugas selama PPKM darurat.
"Kejadian di Bandung itu (pasien meninggal dalam perjalanan) bukan karena disekat," kata Kang Emil, sapaan akrab Ridwan Kamil, di sela-sela peninjauan penyekatan di gerbang Tol Pasteur, Kota Bandung, Sabtu (10/7/2021).
Kang Emil menyatakan, Kapolda Jabar Irjen Ahmad Dofiri telah menginstruksikan kepada jajaran, kendaraan apapun yang membawa penumpang atau pasien sakit akan diprioritaskan untuk melintas. Syaratnya, pengemudi menemui dan berbicara ke petugas penjaga PPKM.
"Kalau bawa orang sakit tinggal bilang, dengan rasa kemanusiaan (petugas) pasti mengizinkan. Jadi ceritanya harus lengkap (jangan sepotong-sepotong)," ujar Kang Emil.
Diberitakan sebelumnya, mobil pribadi, baik dari kawasan Bandung Raya maupun luar kota, yang membawa pasien atau orang sakit, bisa lolos penyekatan di Kota Bandung asalkan sopir atau penumpang menunjukkan persyaratan yang ditentukan. Persyaratan itu berupa surat rujukan dari rumah sakit.
Kanit Pengaturan Penjagaan Pengawalan dan Patroli Satlantas Polrestabes Bandung AKP Anang Suryana mengatakan, petugas tidak akan menghalang-halangi kendaraan yang membawa pasien.
"Jadi, kendaraan pribadi yang membawa pasien sakit boleh (melintas). Kami tidak menghalang-halangi kalau sakit atau pasien Covid-19, asal menunjukkan surat rujukan mau di bawa ke rumah sakit mana," kata Kanit Turjawali, Jumat (9/7/2021).
AKP Anang Suryana menyatakan, di setiap penyekatan jalan, selalu ada petugas gabungan dari Polri, TNI, Dishub, dan Satpol PP, yang berjaga. Mereka akan mempersilakan ambulans dan kendaraan pribadi yang membawa pasien untuk melintas. "Jadi, tinggal bilang ke petugas sambil menunjukkan identitas, surat rujukan, dan menerangkan hendak ke RS," ujarnya.
Menurut Kanit Turjawali Satlantas Polrestabes Bandung, secara pribadi, orang sakit itu harus dibantu. Sehingga, aturan tidak kaku. Kalau memang memiliki tujuan ke rumah sakit rujukan, pengendara mobil pribadi tak perlu repot mencari jalan alternatif atau jalur tikus.
"(pengendara) mobil pribadi harus membawa surat rujukan dari rumah sakit boleh melintas agar kebijakan ini tidak disalahgunakan," tutur Kanit Turjawali.
Diketahui, seorang pasien di Kota Bandung, meninggal dunia dalam perjalanan di sebuah taksi online lantaran tak mendapatkan tempat perawatan di rumah sakit diduga karena telah penuh. Peristiwa ini pun viral pada Jumat (9/7/2021) setelah dimuat dalam sebuah video singkat di aplikasi TikTok.
Dalam video TikTok dengan akun @baniekop itu, tampak pria dan wanita yang merupakan anak dan menantu, membawa seorang ibu (belakang diketahui bernama Kokom) yang sedang sakit keras. Terlihat seorang pria duduk di depan, sedangkan pasien duduk lemas di kursi tengah ditemani seorang perempuan.
Di tengah video tampak tulisan yang menjelaskan peristiwa itu. "Gojek Gocar Bandung dpt cs rujukan ke RS di tolak alasan penuh. kemudian muter2 jalan di ttup, dan akhirnya alloh memanggilnya, smg almarhum husnul khotimah. Amin," tulis si pengunggah video @biniekop.
Bani Eko Putro, sopir taksi online yang mengantarkan pasien meninggal itu mengatakan, pasien tersebut dijemput dari satu klinik di Cijambe pada Kamis (8/7/2021). Mereka order dengan tujuan ke salah satu rumah sakit di Jalan AH Nasution.
"(Saat itu) kondisi pasien memang sudah lemas, tapi masih senyum ke saya juga dan minta tolong dibawa ke sana (rumah sakit)," kata Bani Eko kepada wartawan di rumahnya, Sabtu (10/7/2021).
Setelah sampai di rumah sakit itu, ujar Bani, pasien menunggu sekitar 30 menit lebih. Anak dari ibu yang sakit membawa surat rujukan dari klinik. Hasilnya ternyata dari rumah sakit sudah penuh sehingga pasien tidak bisa dirawat. "Kemudian si customer (keluarga pasien) minta di-offlinin (pengantaran tanpa tarif online) minta diantar ke salah satu rumah sakit di Jalan Soekarno-Hatta,"
Bani Eko kemudian mengantarkan pasien, anak dan menantunya itu meluncur ke Jalan Soekarno-Hatta. Setelah menunjukkan surat rujukan dari klinik, rumah sakit itu pun tak bisa menerima pasien karena sudah penuh.
"Kemudian, saya ngajak ke RSHS tapi (pelanggan) tidak, kurang mau. Dia via telepon menghubungi adiknya. Saya diminta membawa mereka ke RS Santosa. Maka kami pun pergi ke Santosa. Saya lewat Gatsu tapi di jalan memang sudah tidak bernyawa gitu," tutur Bani Eko.
Jadi, kata Bani Eko, pasien meninggal dalam perjalanan di dalam mobil dan belum sempat mendapatkan penanganan medis. Saat dalam perjalanan, Bani melihat kondisi pasien dari spion tengah. Kondisi pasien sudah tertidur, lemas.
Tidak seperti saat dari Cijambe, Ujungberung, pasien masih bisa berkomunikasi, minta minum, dan mengobrol. Sejak dari rumah sakit di Jalan Soekarno-Hatta, pasien sudah tidur.
"Saya minta (ke anak pasien), pak coba bangunin. Ternyata dari situ baru ketahuan (meninggal). Kemudian saya menepi pas tepat di depan salah satu mal di Gatsu yang gede itu. nah di situ sudah tidak tertolong. Meninggalnya masih di dalam mobil, dalam perjalan dari rumah sakit di Jalan Soekarno-Hatta ke rumah sakit di Jalan Kebonjati, deket stasiun itu (RS Santosa)," ucap Bani.
Bani Eko tak tahu pasti apakah benar rumah sakit tak menerima pasien karena penuh atau ada penyebab lain. "Pastinya saya kurang tahu yah. Karena yang turun kan anaknya. Cuman katanya, kalau anaknya ngobrol ke saya sih, teu tiasa pinuh (rumah sakit tidak bisa menerima pasien karena penuh)," ujarnya.
Editor : Miftahudin
Artikel Terkait