JAKARTA, iNews.id - Kondisi aneurisma otak kerap diabaikan banyak orang. Padahal, kondisi ini sangat berbahaya jika tidak ditangani sejak dini. Aneurisma otak memang belum banyak dipahami masyarakat. Namun diperkirakan sekitar 500.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini.
Kepala Bedah Saraf Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (PON), dr. Abrar Arham mengatakan, aneurisma otak merupakan kondisi di mana dinding pembuluh darah otak melebar atau menonjol (ballooning) akibat lemahnya dinding pembuluh darah tersebut.
Jika aneurisma pecah dapat mengakibatkan kondisi fatal yaitu perdarahan otak (subarachnoid) dan kerusakan otak. Pecahnya aneurisma ini diperkirakan dialami oleh 1 orang setiap 18 menit.
BACA JUGA:
Kembangkan Wisata Medis, Luhut: Pemerintah Akan Bentuk Indonesia Health Tourism Board
"Aneurisma otak dapat terjadi pada siapa saja, dan umumnya sebelum pecah aneurisma tidak bergejala, sehingga dianjurkan untuk melakukan brain check- up secara rutin," ujar dr. Abrar melalui keterangan virtualnya belum lama ini.
Obat Saja Tak Cukup, Lawan Penyakit dengan Hybrid Treatment Menurut dr Abrar, aneurisma otak memiliki dampak besar. Memang tidak selalu berujung pada kematian.
Namun, kualitas hidup penderitanya juga menjadi tantangan tersendiri bagi keluarga. Kecacatan, perawatan, tenaga, dan biaya besar menjadi faktor penting yang perlu dipahami oleh penderita aneurisma otak.
Itu sebabnya, pada 2021 ini, Brain Aneurysm Awareness Month yang jatuh pada September, mengangkat tema ‘Raising Awareness, Supporting Survivors, Saving Lives’.
“Selain meningkatkan awareness masyarakat akan aneurisma otak, kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia juga harus ditingkatkan agar dapat mendeteksi dini, melakukan edukasi pencegahan, dan penanganan komprehensif aneurisma terutama pada penderita yang telah mengalami pecahnya aneurisma otak, atau akan lebih baik bila dapat ditangani sebelum aneurisma tersebut pecah," ujar dr. Abrar Arham.
Dia menjelaskan, Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (PON), saat ini menangani kurang lebih 100 kasus aneurisma otak setiap tahunnya. Penanganan kasus aneurisma otak membutuhkan kolaborasi multidisiplin melibatkan dokter bedah saraf, neurointervensionist, neurologist, intensivist, dan lain sebagainya.
"Di samping itu, diperlukan berbagai peralatan dan fasilitas penunjang yang memadai dan mutakhir agar kita dapat menangani kasus aneurisma otak dengan tingkat keberhasilan yang cukup baik,” ujar dr Abrar.
Penanganan aneurisma, lanjutnya, dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara lain operasi bedah mikro (clipping aneurisma) atau dengan teknik minimal invasif endovaskular (coiling aneurisma).
Untuk mengevaluasi secara detail kelainan pembuluh darah otak ini, dibutuhkan pemeriksaan DSA (Digital Subtraction Angiography), yang hasilnya dapat membantu menentukan jenis terapi terbaik untuk menangani kasus aneurisma.
Dokter Abrar juga memaparkan teknologi minimal invasif (endovaskular) untuk tatalaksana aneurisma ini sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Salah satu perkembangan terkini yaitu pemasangan Cerebral Flow Diverter untuk pengobatan aneurisma yang angka keberhasilannya sangat tinggi hingga 95 persen.
Menurutnya, metode ini sudah mulai diterapkan di rumah sakit PON dalam beberapa tahun ke belakang. Adapun keunggulan teknologi ini adalah prosedur relatif cepat, pasca-tindakan tidak perlu perawatan ICU, mengurangi lamanya rawat inap, lebih nyaman untuk pasien, dan tidak ada luka sayatan.
“Dengan hadirnya Aneurysm Awareness Month ini, saya berharap masyarakat lebih aware akan penyakit ini dan mau melakukan pemeriksaan brain check-up secara rutin, sehingga kasus-kasus aneurisma otak di Indonesia dapat ditangani sebelum pecah dan membantu mencegah kecacatan dan kematian akibat penyakit ini," katanya.
Risiko Lantas apa saja fakta dari aneurisma? Dokter Abrar menjelaskan aneurisma terjadi karena melemahnya dinding pembuluh darah otak. Adapun pasien yang berisko adalah memiliki hipertensi, berusia di atas 40 tahun. Para perokok dan genetik juga memiliki potensi risiko aneurisma.
Gejala Selain faktor risiko, Anda juga harus mengenal gejala dari aneurisma. Menurut dr Abrar, biasanya akan terjadi nyeri di sekitar mata, mati rasa di salah satu sisi wajah, pusing dan sakit kepala, kesulitan berbicara, keseimbangan terganggu sulit berkonsentrasi atau memiliki daya ingat yang lemah, hingga gangguan penglihatan atau melihat ganda.
Sementara itu, gejala pecahnya aneurisma dapat berupa penglihatan terganggu, mual dan muntah, kehilangan kesadaran, kejang, sulit berbicara, lumpuh, kelemahan pada tungkai atau salah satu sisi tubuh.
"Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah MRI untuk mendeteksi ada tidaknya aneurisma otak. CT scan, untuk memastikan ada tidaknya perdarahan di otak akibat pecah atau bocornya aneurisma otak," ujarnya.
Selain itu, juga dilakukan angiografi otak untuk memastikan ada tidaknya kelainan di pembuluh darah otak, termasuk mendeteksi aneurisma otak. Angiografi bisa dilakukan dengan CT scan (CTA) atau dengan MRI (MRA)," katanya.
Editor : Sazili MustofaEditor Jakarta