Dikatakan Sulama, setelah hutan belantara yang diperintahkan gurunya untuk di bersihkan, kemudian hutan itu berkembang pesat menjadi sebuah kawasan yang banyak sekali orang yang datang.
"Setelah ramai, kemudian Syekh Nurjati menunjuk Pangeran Walangsungsang untuk memimpin pedukuhan baru itu, namun Pangeran Cakrabuna menolak secara halus perintah gurunya itu, Pangeran Walangsungsang berdalih ada yang lebih mampu untuk memimpin padukuhan Cirebon saat itu, dan Pangeran Walangsungsang meminta kepada Ki Danusela yang merupakan mertua nya ini untuk memimpin padukuhan itu," katanya.
H Sulama juga bercerita, setelah penunjukan Ki Danusela atau Ki gendeng Alang-alang ini jadi pemimpin, maka Ki Gede Alang-alang pun mendapatkan gelar Ki Kuwu. Jadi lanjut Sulama, Kuwu pertama di Cirebon itu adalah Ki Danusela atau Ki Gede Alang-alang.
"Pada Ki Danusela menjadi Kuwu, Pangeran Walangsungsang bertindak sebagai Pangraksabumi yaitu seorang yang memperhatikan dan memelihara kebaeradaan tanah pemukiman dengan gelar Ki Cakrabuna," jelasnya.
Pangeran Cakrabuna, menurut Sulama, menikah dengan anaknya Ki Danusela yakni Nyi Ratna Rilis atau Nyimas Kencana Larang atau yang mempunyai nama lain Nyi Mangunsari Ing Kamangunan dan dikaruniai 1 putra yang diberi nama Pangeran Cerbon.
"Setelah wafatnya Ki Danusela atau Mbah Kuwu pertama ini, Pangeran Cakrabuna kemudian diangkat menjadi Kuwu di padukuhan Cirebon itu, dan mendapatkan gelar Mbah Kuwu, dan bi bawah kepemimpinan Pangeran Cakrabuna, Cirebon berkembang pesat tidak hanya wilayah yang makin meluas, jumlah penduduk pun semakin bertambah banyak," tambahnya.
Editor : Miftahudin