CIREBON, iNewsCirebon.id - Gelombang dukungan terhadap KH Abbas Abdul Jamil agar dianugerahi gelar Pahlawan Nasional kian menguat. Ulama kharismatik asal Pondok Pesantren Buntet, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat ini dikenang sebagai tokoh sentral dalam perjuangan kemerdekaan baik di medan tempur, jalur diplomasi, hingga lini pendidikan.
Salah satu dukungan datang dari Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid. Saat menghadiri Haul Almarhum Sesepuh dan Warga Pondok Pesantren Buntet Cirebon, Sabtu (2/8/2025), Nusron menyatakan keyakinannya bahwa Kiai Abbas pantas menyandang gelar pahlawan nasional.
“Beliau tak hanya ikut berjuang secara fisik melawan penjajah, tapi juga membina umat dan memperkuat pendidikan. Saya kira, sudah waktunya negara mengakui kiprah beliau secara resmi,” ujar Nusron kepada media.
Ia menegaskan, perjuangan Kiai Abbas mencakup kontribusi fisik, material, serta spiritual yang berdampak luas bagi kemerdekaan bangsa.
Dukungan serupa disampaikan oleh Bupati Cirebon, Imron Rosyadi. Ia menyambut baik kunjungan Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) ke sejumlah situs sejarah perjuangan Kiai Abbas di wilayah Cirebon.
“Kami berharap, penetapan Kiai Abbas sebagai pahlawan nasional segera terwujud. Ini akan menjadi kebanggaan seluruh masyarakat Cirebon,” kata Imron.
Proses pengusulan pun sudah memasuki tahap akhir. Perwakilan TP2GP dari Kementerian Sosial RI, Edi Suharto, menyebut kelengkapan administrasi dari tim daerah maupun pusat telah memenuhi syarat.
“Verifikasi lapangan sudah kami lakukan, dokumen sejarah juga lengkap. Tinggal beberapa langkah lagi untuk proses pengusulan resmi,” ujarnya.
Tim TP2GP telah meninjau langsung lokasi perjuangan Kiai Abbas, memverifikasi artefak, dokumen, dan peninggalan sejarah yang masih dijaga masyarakat Buntet hingga kini.
KH Abbas dikenal sebagai salah satu pemimpin ulama dalam peristiwa heroik 10 November 1945 di Surabaya, dan merupakan pelopor sistem pendidikan klasikal di pesantren sejak awal abad ke-20.
Cicit Kiai Abbas, KH Mustahdi Abdullah Abbas, menekankan bahwa penganugerahan gelar bukan sekadar simbol penghargaan, tetapi bagian dari menjaga semangat perjuangan.
“Bagi Kiai Abbas, gelar itu tak penting. Tapi bagi kita, ini adalah ikhtiar untuk merawat warisan perjuangan beliau,” kata Mustahdi.
Nada serupa dilontarkan Penjabat Ketua Yayasan Lembaga Pendidikan Islam (YLPI) Buntet, KH Aris Ni'matullah. Menurutnya, perjuangan Kiai Abbas dilandasi keikhlasan, bukan untuk popularitas.
“Beliau ibarat orang tua yang memberikan segalanya demi anak-anaknya. Tidak berharap gelar, hanya mengharap keberkahan,” ujarnya.
Anggota TP2GD, Mohammad Fathi Royyani, bahkan menyebut bahwa sejumlah dokumen penting telah ditemukan, termasuk arsip Belanda dan kutipan dari surat kabar asing seperti The New York Times.
“Nama Kiai Abbas telah diabadikan dalam banyak fasilitas publik—gedung, masjid, perpustakaan, hingga Asrama Haji. Kelengkapan dokumen beliau justru melebihi tokoh-tokoh lain yang juga sedang diusulkan,” jelasnya.
Penguatan data ini juga didukung oleh akademisi pesantren, Prof KH Asep Saifuddin Chalim, yang menilai bahwa pengusulan Kiai Abbas layak diprioritaskan karena basis sejarah dan kontribusinya yang sangat kuat.
Editor : Miftahudin
Artikel Terkait