Vaksin Covid Dorong 5 Persen Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Rina Anggraeni
Ilustrasi Bank Dunia.

JAKARTA, iNews.id - Bank Dunia merevisi prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 5 persen pada 2022. Angka tersebut meningkat 0,2 persen dari prediksi Bank Dunia sebelumnya pada Januari 2021, yakni sebesar 4,8 persen. 

Dalam laporannya, Bank Dunia menyebut prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5 persen pada 2022 didorong oleh berkurangnya ketidakpastian dan asumsi bahwa peluncuran vaksin Covid-19 mencapai massa kritis populasi pada kuartal IV-2021.

Untuk tahun ini, Bank Dunia menyebut perekonomian Indonesia diproyeksikan pulih sebesar 4,4 persen,  didukung oleh permintaan domestik yang membaik secara bertahap dan dampak positif dari ekonomi global yang lebih kuat.  

"Pemulihan ekonomi Indonesia hingga triwulan pertama tahun 2021 relatif bertahap meskipun indikator-indikator utama menunjukkan rebound yang lebih kuat pada triwulan kedua," tulis laporan Bank Dunia seperti dikutip SINDOnews di Jakarta, Kamis (17/6/2021).

Kesenjangan pemulihan Indonesia, yakni perbedaan antara PDB riil dan tren sebelum krisis, juga menyempit dari -7,5 persen menjadi -7,1 persen antara kuartal II-2020 dan kuartal IV 2020 dibandingkan dari -13,6 persen menjadi -5,1 persen di antara rekan-rekan G20.

"Itu tetap tinggi di -7,9 persen selama kuartal pertama tahun ini," bunyi laporan Bank Dunia.

Pada sisi positifnya, penjualan ritel meningkat sebesar 11 persen antara Maret dan April sementara aktivitas manufaktur terus berkembang, didorong oleh permintaan eksternal dan harga komoditas yang lebih optimis.

Bank Dunia menilai, respons fiskal Indonesia terhadap Covid-19 kuat, tetapi penyesuaian pengeluaran telah dilakukan pada tahun 2021 berpotensi karena kendala pendapatan dan pembiayaan.

Paket respons fiskal Covid-19 ditingkatkan dari 3,8 persen menjadi 4,5 persen dari PDB antara 2020 dan 2021, termasuk untuk menyediakan dana untuk kampanye vaksinasi gratis.

Tapi itu termasuk pemotongan belanja bantuan sosial sekitar 0,3 poin persentase dari PDB.  Meskipun utang publik relatif rendah, ruang fiskal dibatasi oleh kombinasi basis pendapatan yang sempit dan pasar utang yang dangkal yang menyebabkan pembiayaan moneter defisit fiskal yang tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain.

"Namun, ketidakpastian tetap sangat tinggi dan risiko kerugian cenderung ke bawah," tulis Bank Dunia. 

 

 

Editor : Miftahudin

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network