Indonesia Beresiko Terdampak Badai Matahari, Kenapa Ya?

Fakhrizal Fakhr
Ilustrasi (Foto: Metro)

Ia menjelaskan karena semakin tingginya ketergantungan masyarakat di Indonesia terhadap teknologi satelit dan jaringan ekonomi global, gangguan pada satelit dan jaringan kelistrikan di wilayah lintang tinggi seperti kutub akibat cuaca antariksa juga dapat berpengaruh terhadap kehidupan manusia di Indonesia secara tidak langsung.

Cuaca antariksa merupakan keadaan di lingkungan antariksa, khususnya antara Matahari dan Bumi, yang meliputi kondisi Matahari, medium antarplanet, atmosfer atas Bumi (ionosfer), dan selubung magnet Bumi (magnetosfer).

“Seperti halnya cuaca di Bumi, cuaca antariksa bersifat dinamis dan sangat bergantung pada aktivitas Matahari,” ujarnya.

Johan menjelaskan tidak ada istilah kiamat badai Matahari di kalangan masyarakat ilmiah.

“Kita telah hidup lama berdampingan dengan cuaca antariksa. Aktivitas Matahari rutin terjadi. Yang perlu kita pahami adalah bagaimana prosesnya dan memitigasi dampak negatifnya semampu kita,” tuturnya.

Ia mengimbau masyarakat agar tidak panik dan tidak mudah termakan hoaks yang beredar berkaitan dengan badai Matahari.

Matahari memiliki siklus sekitar 11 tahun sekali. Saat ini, sedang berada di awal siklus ke-25 yang diperkirakan akan mencapai puncaknya pada 2024-2025.

Pada saat puncaknya, aktivitas Matahari diperkirakan akan meningkat dengan frekuensi kejadian flare dan lontaran massa korona kemungkinan akan bertambah.

Editor : Miftahudin

Sebelumnya

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network