Kisah di Balik Rumah Belanda Klangenan Cirebon yang Masih Berdiri Kokoh (2)

Uyung Nuha
Tampak Depan Rumah Tua Peninggalan Belanda di Klangenan, Kab. Cirebon. (Foto: Uyung Nuha)

Tur Rumah Bersama Wahyu

Jika dilihat secara saksama, bangunan umah lawas menghadap ke arah matahari tenggelam. Pintunya bercat biru, ciri utama rumah peninggalan Belanda yang masih asli. Meski temboknya tampak kusam dan berlumut, tidak ada tanda-tanda seperti ingin roboh.

"Ini tidak pakai semen. Tapi, kapur. Batu bata yang digunakan berbeda dengan bata rumah pada umumnya. Bentuknya persegi, putih, dan besar-besar. Hanya disusun saja. Kayu-kayunya pun tidak ada yang dipaku. Jati asli," ujar Wahyu, sepupu Arif yang pernah menetap cukup lama di rumah itu.

Saat pertama kali menginjakkan kaki di tangga teras depan rumah, birunya dua daun pintu menyambut. Token listrik pun masih seperti era-era lama. Tidak ada lantai keramik. Ubinnya bercorak seperti ada pecahan batu-batu granit. Suhu ruangannya dingin meski tanpa AC.

Selanjutnya, ada lambang garuda dengan simbol sila pertama yang terbuat dari kaca dan menempel permanen di dinding atas. Pintu-pintu ruangannya didesain serupa seperti puntu utama. Namun, warna catnya hijau tosca.

Agak geser sedikit, terlihat ruang tamu yang sudah beralih fungsi menjadi kamar gadis belia bernama Ayu, saudara dari Wahyu yang kini tinggal di rumah tersebut.

Kemudian di depan kamar Ayu ada ruangan kosong yang terkoneksi ke ruangan lain. Wahyu mengira-ngira, itu kamar anak dan orangtua.

"Mungkin dulu konsepnya begitu. Sekarang dibiarkan seperti ini saja," kata Wahyu.

Di samping ruang kosong itu terdapat kamar lain yang sebelumnya dipakai sebagai kamar mendiang nenek Wahyu dan  kini sengaja dibiarkan kosong. Di kamar tersebut masih terdapat dipan dan lemari serta sepasang kursi lama.

Di sebelah kamar nenek Wahyu, ada kamar mandi yang dibuat baru oleh keluarganya. Meski begitu, masih terasa jadul betul.

Berikutnya, ada ruang kosong lagi yang cukup luas dan tampak digunakan sebagai gudang. Pasalnya, terdapat kursi dan lemari zaman dahulu yang ditutupi oleh kain.

Uniknya, jika berdiri di tengah-tengah, struktur bangunan akan membentuk seperti lingkaran. Banyak sekali jendela dengan ciri khas lapis dua. Pertama kaca, lalu ditutup kayu.

Tak lupa, ada pula tangga yang terbuat dari besi yang sudah terlihat tua, tetapi masih kuat menahan beban. Harus ekstra hati-hati menaikinya karena terasa amat tegak lurus dan curam.

Sesampainya di atas, tidak ada ruangan apa pun. Hanya ada satu pintu keluar ke beranda menghadap barat dan jalur pantura. Dari situ, masjid raya Klangenan jelas terlihat. Udara terasa sejuk. Apalagi jika cuaca cerah, pemandangan matahari tenggelam sangat indah dari atas.

"Sepertinya, tempat ini dipakai untuk bersantai," ujar Wahyu.

Editor : Miftahudin

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network