get app
inews
Aa Text
Read Next : Sumber Air Warga Kalilunyu Cirebon Tercemar Limbah TPA Kopiluhur, Kesehatan Warga Terancam

Air Sumur Berbau Lindi: Jejak Limbah TPA Kopiluhur di Jantung Pemukiman Cirebon

Jum'at, 08 Agustus 2025 | 13:10 WIB
header img
Salah satu bak penampungan air milik warga kalilunyu, argasunya kota Cirebon nampak keruh dan berbau. Foto : Riant Subekti

CIREBON, iNewsCirebon.id - Bau menyengat menyeruak dari sumur-sumur di Kelurahan Argasunya, Kota Cirebon. Air yang dulu jernih kini berubah keruh, beraroma lindi, dan tak lagi layak digunakan. Warga mencurigai, sumber masalah itu berasal dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kopiluhur yang berdiri angkuh di atas perkampungan.

Di Kampung Kalilunyu, Sri Hayati (47) hanya bisa menatap getir sumur di halaman rumahnya. Sudah dua tahun ia tak lagi memanfaatkan air itu untuk mandi atau mencuci. “Kulit saya pernah gatal-gatal. Baunya seperti limbah. Saya yakin ini dari TPA di atas sana,” ujarnya, Jum'at (8/8/2025).

Setiap musim hujan, katanya, air sumur kian pekat. Lindi mengalir dari gunungan sampah di TPA, meresap ke tanah, lalu menyusup ke sumber air warga. Saat kemarau, bau tak sedap tetap menggantung, meski warna air sedikit lebih terang.

Sri kini bergantung pada air galon untuk minum dan memasak. “Kalau tidak diperbaiki, ya tutup saja TPA itu. Sudah terlalu lama kami seperti ini,” ucapnya.

Metode Usang, Dampak Nyata

Asep Hidayatullah, Ketua RT 04 Kampung Kalilunyu, menegaskan TPA Kopiluhur sudah lama menampung sampah bukan hanya dari Kota Cirebon, tetapi juga sebagian wilayah Kabupaten Cirebon. Lokasinya berada di ketinggian, kurang dari satu kilometer dari rumah warga.

“Bentuk pencemaran ini nyata. Air bersih kami terkontaminasi. TPA ini masih dikelola dengan metode open dumping — cara lama yang sudah lama dilarang Kementerian Lingkungan Hidup,” kata Asep.

Ia mengungkap, warga pernah berinisiatif mengebor sumur sedalam 16 meter demi mendapat air bersih. Hasilnya nihil: air tetap keruh, berbau, dan berasa amis. “Tak layak konsumsi. Untuk minum dan masak, kami terpaksa beli air tiap minggu. Minimal Rp 75.000 per rumah,” ujarnya.

Teguran yang Terabaikan

Menurut Asep, Kementerian Lingkungan Hidup sebenarnya sudah memberi teguran resmi kepada Pemkot Cirebon terkait pengelolaan TPA. Namun hingga kini, metode open dumping tetap berjalan.

“Di wilayah saya saja, ada 97 KK atau sekitar 450 jiwa yang terdampak. Belum dihitung kampung lain yang lebih dekat ke TPA. Semua harus beli air bersih,” jelasnya.

Asep mengaku sudah mengirim surat ke Kelurahan Argasunya dan meminta audiensi dengan Wali Kota. Ia juga mendorong dilakukan riset ilmiah untuk mengetahui kandungan pasti air sumur warga. “Selama ini kami hanya melihat dengan mata. Warna dan baunya saja sudah jelas tidak layak,” katanya.

 

Menunggu Tindakan

Warga, mahasiswa, dan pegiat lingkungan terus menuntut penanganan serius. Namun waktu berjalan, pencemaran tetap membelenggu Argasunya. Di atas perkampungan, TPA Kopiluhur kian meninggi, sementara di bawahnya, air sumur perlahan kehilangan kehidupan.

 

Editor : Miftahudin

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut