CIREBON, INewsCirebon.id - Mengenal Tradisi Sirap yang telah dilakukan setiap delapan tahun untuk semua jenis bangunan dengan atap sirap kayu yang berada di dalam Kompleks Kabuyutan Trusmi.
Namun sekarang tradisi ini mengalami perubahan, sekarang dilakukan setiap empat tahun dengan membaginya menjadi dua fase secara bergantian.
Pergantian Sirap kayu yang digunakan berasal dari kayu jati dan dibuat di Desa Kabuyutan Trusmi yang dikerjakan oleh sekelompok tukang kayu yang diundang datang dari Desa Trusmi maupun tetangga desa.
Jumlah tukang kayu yang datang untuk melakukan pergantian Sirap kayu dapat mencapai sekitar 20-50 orang dengan membawa peralatan dan mesin mereka sendiri.
Kyai di Kabuyutan Trusmi yang menjadi kordinator pembuatan sirap kayu. Bahan kayu jati pada sirap milik Desa Trusmi yang berada pada kebun jati di bagian belakang, dan samping Kabuyutan Trusmi.
Ada juga yang berada di area tanah-tanah wakaf masyarakat yang sengaja ditanami untuk kebutuhan ganti sirap. Namun terkadang dalam pembuatan kayu Sirap Kekurangan bahan, jadi penduduk membeli kayu Jati dari pasar kayu domestik.
Dimensi pada sirap kayu yang digunakan adalah 45x18x1.8 cm. Per kubik kayu bisa menghasilkan sekitar 350 lembar sirap. Persiapan pembuatan sirap membutuhkan waktu sekitar 1 bulan dengan beberapa fase, pekerjaan kayu seperti pemotongan, pembentukan kurva, penghalusan dan pembuatan pasak.
Ganti Sirap sudah menjadi tradisi yang dikerjakan secara turun temurun oleh masyarakat di Desa Trusmi, Kecamatan Plered, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Biasanya pada pergantian Sirap dibarengi dengan peringatan doa bersama untuk leluhur yang ada di sana.
Nilai dan makna yang terkandung dalam Tradisi Sirap
1.Saling bergotong royong
Tradisi ganti Sirap melibatkan warga sekitar maupun dari luar daerah yang turut hadir untuk bersama-sama mengganti atap Sirap atau alang-alang.
Awalnya mereka akan mengumpulkan atap-atap ilalang yang sudah tersusun rapi. Kemudian dari masing-masing warga berbagi peran, ada yang bertugas berdiri di atap untuk memasang, dan ada yang berbaris sembari menyerahkan welit. Semuanya saling bekerja sama tanpa memandang latar belakang.
Pergantian Sirap ini memiliki tujuan yaitu, agar atap yang lama tergantikan dengan yang baru, sehingga nantinya akan lebih kuat dan mampu menghalau air hujan. Tidak hanya itu saja, atap baru akan memperindah bangunan karena warnanya terlihat segar.
2.Pelajaran agar berlaku baik
Pergantian Sirap memiliki makna tersendiri, yakni bagaimana kita membimbing akal dan pikiran agar tetap bersih. Menurut masyarakat disana, ketika hati manusia suci, akan dapat membimbing langkah dan tingkah laku sehari-hari, layaknya pergantian atap yang rusak dengan Sirap yang baru.
Kemudian, pergantian Sirap juga bermakna penemuan jati diri dari manusia. Sudah seperlunya manusia mencari jati diri, namun dengan bimbingan hati dan tingkah laku yang bersih.
3.Sebagai ajang silaturahmi
Sementara itu, warga sekitar mengaku dalam pergantian Sirap juga datang ke lokasi makam buyut Trusmi dan mengikuti tradisi memayu welit yang dijadikan sebagai ajang untuk silaturahmi.
Warga sekitar bisa bertemu dengan masyarakat lainnya dari luar trusmi, dan dapat saling mengenal untuk membentuk persaudaraan. Dengan menjalankan pergantian sirap diharapkan Tradisi khas masyarakat di Trusmi, Kabupaten Cirebon agar bisa tetap lestari.
Dalam kegiatan pergantian sirap, tak sedikit warga juga yang hadir dan membawa makanan dan dikumpulkan di dalam kompleks. Kemudian di akhir acara pemasangan sirap ini masyarakat seluruhnya akan makan bersama.
Nah, itu dia Mengenal Tradisi Sirap Masyarakat Desa Trusmi Cirebon, yang menjadi ciri khas yang unik bagi masyarakat Cirebon.
Editor : Sazili MustofaEditor Jakarta