get app
inews
Aa Text
Read Next : Inilah Sosok Achmad Cholil yang Tinggalkan PA Cirebon dengan 42 Penghargaan

Klenteng Talang Tertua Kedua di Indonesia, Jejak Pendaratan Pertama Ekspedisi Laksamana Cheng Ho

Minggu, 22 Januari 2023 | 23:51 WIB
header img
Klenteng Talang Tertua Kedua di Indonesia, Bukti Jejak Pendaratan Pertama Ekspedisi Laksamana Cheng Ho. Foto: Ali Solihin/iNewsCirebon.id

KOTA CIREBON, iNewsCirebon.id - Kelenteng Talang merupakan klenteng tertua kedua di Indonesia, setelah Kelenteng Hong Tiek di Surabaya. Klenteng Talang merupakan bukti jejak pendaratan pertama ekspedisi Laksamana Cheng Ho.

Klenteng ini tepatnya berada di Jalan Talang, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon. Konon Kelenteng Talang ini sebelumnya bernama Sam Po Toa Lang.

Toa-Lang artinya adalah orang-orang besar. Nama itu diambil untuk menghormati tiga tokoh besar muslim utusan dinasti Ming yang pernah singgah di Cirebon, yaitu Laksamana Cheng Ho, Laksamana Kung Wu Ping, dan Laksamana Fa Wan.

Karena penduduk Cirebon susah melafalkan kata Toa Lang, maka akhirnya masyarakat menyebutnya Talang.

Tampak bagian depan bangunan utama Kelenteng Talang Cirebon berbentuk paduraksa. Tidak ada ornamen sepasang naga atau pun burung Hong di atas wuwungani.

Tulisan yang berada di atas pintu gerbang kelenteng menunjukkan bahwa kelenteng ini adalah sebuah Kelenteng Konghucu. Berdasarkan informasi, diketahui bahwa Klenteng Talang merupakan satu-satunya Klenteng Konghucu yang berada di wilayah Cirebon.

Klenteng Talang merupakan bangunan tua yang dikelilingi tembok dengan dominasi warna merah dan putih.

Di halaman Klenteng terdapat patung Nabi Guan Panglima Sejati serta sumur keramat, yang disebut juga Sumur Kahuripan. Sementara, pada bangunan utamanya serupa dengan Klenteng pada umumnya.

Kelenteng Talang disebut bukti jejak pendaratan pertama ekspedisi armada Laksamana Cheng Ho pada abad ke-15 di Cirebon. 

"Waktu itu ada kapal yang rusak dan berhenti di tengah laut. Cheng Ho melihat Kota Cirebon dari kejauhan terlihat sangat bagus dengan latar belakang Gunung Ciremai. Saat itu Cheng Ho datang di pelabuhan Muara Jati Cirebon," cerita Ciu Kong Giok atau Teddy Setiawan, Ketua Majelis Ulama Konghucu Indonesia Kota Cirebon saat ditemui iNewsCirebon.id, Sabtu (21/1/2023).


Ketua Majelis Ulama Konghucu Indonesia Kota Cirebon, Ciu Kong Giok atau Teddy Setiawan. Foto: Ali Solihin/iNewsCirebon.id
 

Lebih lanjut Teddy bercerita, Laksamana haji Kung Wu Ping kemudian diperintahkan menetap.

 

 

 

 

"Waktu itu, Cheng Ho melihat perlu mendirikan kantor konsulat atau perwakilan para perantau-perantau Tiongkok yang datang ke Cirebon," katanya.

"Klenteng Talang dibangun pada tahun 1415 M, dimana Cheng Ho menugaskan Kung Wu Ping, salah satu bawahannya untuk mendirikan Klenteng Talang, mendirikan Mercu Suar di Gunung Jati kemudian mengolah kayu jati yang ada di Gunung Jati sebagai bahan-bahan untuk membangun klenteng ini," lanjut cerita Teddy.

Dijelaskan Teddy bahwa semula Klenteng Talang berbentuk sangat sederhana dan semi permanen yang berfungsi sebagai tempat perwakilan para pedagang dari negeri Cina sebagi tempat bongkar muat barang dagangannya. Kemudian terbentuklah komunitas masyarakat Tionghoa Muslim atau Hanafi di daerah Sembung, Sarindil serta Talang.

Berjalannya waktu, pada saat dinasti Ming terjadilah pergantian kaisar dimana Yung Le atau Yung Lo turun tahta dan digantikan oleh saudaranya, sehingga pada tahun 1450-1475, masyarakat Tionghoa di Cirebon telah putus hubungan dengan Negara Tiongkok.

"Sebenarnya catatan sejarah itu sudah ditemukan oleh Poortman di Semarang dan Klenteng Talang Cirebon," terang Teddy.

Saat penjajahan Jepang, Klenteng Talang tak lagi berfungsi, baru pada tahu 1950 Klenteng Talang dijadikan tempat ibadah.

“Orang kadang ada yang berfikir kalau Klenteng Talang ini bangunannya mirip masjid, tapi bukan. Dari dulu ini tetap Klenteng cuma memang anak buah Laksamana Cheng Ho yang beragama Islam di sini semua, bahkan beribadah di sini juga,” katanya.

Teddy juga mengaku, hubungan masyarakat Tionghoa dengan penduduk asli Cirebon sejak jaman dahulu sangatlah harmonis. Hal itu terlihat dengan adanya pejabat di Kesultanan Cirebon yang beretnis Tionghoa.

Namun pada jaman Belanda, keharmonisan itu sempat terganggu dengan adanya politik adu domba. Hal itu tak bertahan lama, nyatanya hingga sekarang hubungan penduduk asli Cirebon dan warga keturunan Tionghoa masih terjalin sangat baik sampai saat ini.

Editor : Miftahudin

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut