MENJADI muslim karena agama yang dianut orangtua Islam, bukan berarti ketika dewasa akan menjadi seorang muslim yang taat. Dua tokoh nasional ini menganut agama Islam sejak kecil, namun memutuskan untuk pindah keyakinan ketika dewasa. Keputusan tersebut dilatarbelakangi pernikahan dan tertarik dengan lagi gereja.
Mereka adalah Slamet Riyadi dan Sugiyono Mangunwiyoto.
1. Slamet Riyadi
Slamet Riyadi.(Foto:Ist)
Brigjen TNI (Anm) Ignatius Slamet Riyadi merupakan pahlawan Indonesia yang lahir di Surakarta, 27 Juli 1927.
Ketika dilahirkan, orangtuanya memberi nama Soekamto. Namun saat berusia 7 tahun, ibunya menjatuhkan Soekamto dan setelahnya ia sering sakit-sakitan. Akhirnya, orangtuanya mengganti nama Soekamto menjadi Slamet.
Sementara itu, Riyadi (nama belakangnya) diberikan kepadanya saat duduk di bangku sekolah. Sebab, sudah banyak teman-temannya yang memiliki nama Slamet.
Usai lulus dari bangku sekolah menengah atas, Slamet memutuskan untuk melanjutkan sekolah ke akademi pelaut Jakarta pada tahun 1942. Ia pun bekerja sebagai navigator setelah menyelesaikan pendidikannya itu.
Saat mendapat kabar kekalahan Jepang, Slamet langsung mendukung perlawanan dan ikut melakukan gencatan senjata di Surakarta. Ia juga mempertahankan kemerdekaan saat Belanda kembali berusaha menduduki tanah air, setelah kekalahan Jepang.
Berbagai sumber menyebut, Slamet mengalami kejadian religi saat melakukan perlawanannya ini. Ia memutuskan pindah agama menjadi Katolik karena mendengar alunan lagu yang diputar di sebuah gereja.
Slamet dibaptis pada 1949 di Solo, saat usianya menginjak 22 tahun. Dirinya juga mendapat nama baptis, yakni Ignatius. Slamet gugur pada 1950, saat perang di RMS atau Republik Maluku Selatan. Dirinya dianugerahi pangkat Brigadir Jenderal (Anumerta) TNI.
2. Sugijono Mangunwiyoto
Sugijono Mangunwiyoto Kolonel Inf (Anumerta) Sugijono Mangunwiyoto atau Sugiyono merupakan pahlawan nasional yang menjadi korban kebengisan Gerakan 30 September pada 1965.
Sugiyono lahir di Gunung Kidul, 12 Agustus 1926. Sebenarnya, ia sempat mengenyam pendidikan di sekolah keguruan. Namun setelah lulus, Sugiyono tidak berminat menjadi guru. Ia justru masuk ke pendidikan militer PETA (pembelatanah air) dan menjadi ajudan Komando Brigade 10, Letkol Soeharto di tahun 1946.
Sugiyono Mangunwiyoto.(Foto:Ist)
Tragis, ia ikut dibunuh bersama atasannya, Brigjen Katamso. Jasad keduanya dimasukkan ke lubang yang sama di Yogyakarta.
Setelah berhasil ditemukan, ia dan Katamso dimakamkan di TMP Kusumanegara, Yogyakarta. Sugiyono rupanya juga memutuskan untuk memeluk agama Kristen saat menikahi istrinya, Soeprapti pada 1953.
Editor : Sazili MustofaEditor Jakarta