JAKARTA, iNewsCirebon.id - Kita sering mendengar kalimat "kebanyakan makan micin bikin bodoh". Kalimat tersebut kerap dilontarkan orang-orang era 2000-an, termasuk ibu-ibu generasi kekinian.
Bahkan, muncul istilah generasi micin. Istilah tersebut sering dipakai untuk menggambarkan betapa sangat sukanya anak-anak muda zaman sekarang mengonsumsi Monosodium Glutamat (MSG), yang banyak terkandung di dalam makanan sebagai penyedap rasa yang membuat jajanan terasa gurih.
Lantas, benarkan micin bisa bikin bodoh?
Bermula dari tulisan Robert Ho Man Kwok, seorang dokter keturunan China-Amerika di Maryland, AS. Pada tahun 1968, Kwok menulis sebuah esai ke New England Journal of Medicine tentang sindrom restoran China.
Dalam esai tersebut, Kwok menceritakan bagaimana dia mengalami mati rasa di bagian belakang leher yang menyebar hingga ke lengan dan punggung, lemas, dan berdebar-debar setiap kali makan di restoran China.
Ia sempat menduga bahwa penyebabnya adalah kecap dan anggur, tetapi kemudian pilihannya jatuh pada MSG yang digunakan sebagai bumbu pelengkap di restoran China. Esai tersebut kemudian memicu berbagai penelitian ilmiah mengenai efek micin pada manusia dan hewan.
Melansir dari laman Alodokter, sama halnya seperti konsumsi gula atau garam, penggunaan MSG yang berlebihan dan dalam jangka panjang bisa menimbulkan sejumlah keluhan. Beberapa orang bisa merasa pusing, mual, sakit kepala, dan migrain ketika makan MSG terlalu banyak.
Selain itu, rasa umami dari micin juga bisa meningkatkan nafsu makan. Nah, bila nafsu makan tidak terkendali dapat menyebabkan kelebihan berat badan atau obesitas.
Meski begitu, tidak perlu khawatir berlebihan. Kalau digunakan dengan bijak, penggunaan MSG tidak seburuk itu kok, apalagi sampai membuat anak bodoh.
Belum ada bukti yang menyatakan kalau anak yang makan MSG akan jadi bodoh. Selain itu, Food and Drug Administration (FDA) juga telah mengklasifikasikan MSG ke dalam bumbu masakan yang tergolong aman untuk dikonsumsi.
Peningkatan nafsu makan akibat penambahan MSG sebenarnya bisa berefek baik, apalagi untuk anak-anak yang malas makan. Misalnya nih, jika Si Kecil tidak suka makan sayur, bisa menambahkan sedikit MSG sebagai penguat rasa. Hal tersebut bisa saja memancing selera Si Kecil untuk sering makan sayuran.
Selain MSG buatan, juga bisa memanfaatkan bahan pangan lain yang mengandung MSG alami, seperti keju, tomat, bawang merah, bawang putih, daun bawang, dan kunyit. Dengan begitu, selain menyehatkan, Si Kecil juga bisa mengonsumsi makanan yang lebih bervariasi.
Kesimpulannya, informasi yang bilang kalau MSG bikin anak bodoh itu tidak benar, ya. Anak yang cerdas dan berprestasi tidak ditentukan oleh kebiasaan mengonsumsi MSG, tetapi dipengaruhi oleh beragam faktor, seperti pola makan, pola asuh, pendidikan, dan lingkungan di sekitarnya.
Sejarah micin
Kikunae Ikeda, seorang ahli kimia Jepang, adalah orang yang menciptakan micin. Suatu ketika, Ikeda yang sedang menikmati semangkuk sup rumput laut bertanya-tanya, apa yang membuat dashi, sebuah kaldu standar dalam masakan Jepang, memiliki rasa yang kaya?
Dashi, dalam makanan Jepang, terbuat dari fermentasi rebusan rumput laut dan ikan kering. Kaldu ini sering digunakan oleh koki untuk menambah cita rasa makanan, terutama rasa gurih pada makanan tanpa daging.
Untuk alasan yang sulit dijelaskan, dashi membuat makanan terasa lebih enak. Hal ini memotivasi Ikeda untuk mencari tahu alasannya. Pada tahun 1908, Ikeda mengisolasi substansi utama dashi, yaitu rumput laut Laminaria japonica. Dia kemudian melakukan serangkaian percobaan, termasuk penguapan, untuk mengisolasi senyawa spesifik dalam rumput laut tersebut.
Setelah berhari-hari melakukan penguapan, rumput laut tersebut akhirnya mengkristal. Saat dicicipi, Ikeda mengenali rasa gurih dari dashi. Ia menyebutnya sebagai rasa umami, dari kata "umai" yang berarti lezat.
Penemuan ini merupakan terobosan yang menantang pandangan tradisional tentang rasa dalam kuliner, yang biasanya hanya mengenal empat rasa: asin, pahit, asam, dan manis.
Setelah menemukan rasa kelima, yaitu gurih, Ikeda menentukan rumus molekul kristal yang dihasilkan, yaitu C5H9NO4. Rumus molekul ini sama dengan asam glutamat, sebuah asam amino non-esensial karena tubuh manusia menghasilkan senyawa ini secara alami.
Asam glutamat
Asam glutamat juga diproduksi dalam tubuh manusia. Di dalam tubuh, asam glutamat sering ditemukan sebagai glutamat, yang merupakan bentuk berbeda jika kehilangan satu atom hidrogennya.
Glutamat adalah salah satu neurotransmitter paling banyak di otak, berperan penting dalam memori dan pembelajaran. Selain di tubuh manusia, senyawa ini juga diproduksi oleh beberapa hewan dan tumbuhan.
Senyawa ini mudah ditemukan dalam berbagai bahan makanan alami, seperti tomat, keju, jamur, buah, sayur, bahkan ASI (air susu ibu) juga mengandung glutamat.
Dengan kata lain, sebenarnya micin atau MSG sudah terkandung secara alami dalam makanan.
Produksi massal
Menyadari keberhasilannya dalam merumuskan molekul kristal umami, Ikeda mulai memikirkan produksi massalnya. Pada tahun 1909, Ikeda mendirikan merk dagang Ajinomoto (dalam bahasa Jepang berarti esensi rasa) untuk memproduksi temuannya.
Pada awalnya, bahan tambahan masakan ini dibuat dengan memfermentasi protein nabati. Sayangnya, micin tidak langsung diterima pasar. Ajinomoto sempat kesulitan menarik perhatian konsumen dan bahkan tidak menghasilkan keuntungan selama empat tahun pertama.
Tahun 1931 menjadi titik balik bagi penyebaran MSG. Pada tahun itu, Ajinomoto menjadi sangat populer di masyarakat, terutama setelah produk ini digunakan secara resmi di meja kaisar.
Editor : Sazili MustofaEditor Jakarta
Artikel Terkait