JAKARTA, iNewsCirebon.id - Kisah empat rektor dari Perguruan Tinggi (PT) terkenal di Indonesia ini disematkan gelar sebagai pahlawan nasional, meski tak ikut berperang dalam merebut kemerdekaan.
Jasa mereka masih dirasakan oleh masyarakat bahkan ada yang mengabadikan namanya menjadi nama sebuah rumah sakit untuk mengenang perjuangan mereka.
Dilansir dari iNews.id, Kamis (10/11/2022) berikut 4 rektor yang ditetapkan sebagai pahlawan nasional.
4 Rektor yang Ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional
1. Herman Johannes
Prof Dr Ir Herman Johannes adalah seorang cendekiawan dan politikus Indonesia yang lahir di di Rote, NTT pada 28 Mei 1912.
Ia mendapatkan gelar insinyur dari Technische Hoogeschool (THS) atau Sekolah Tinggi Teknik di Bandung.
Pada 1961 hingga 1966, Herman merupakan rektor Universitas Gadjah Mada (UGM).
Setelah itu, dia menjabat Koordinator Perguruan Tinggi (Koperti) tahun 1966-1979, anggota Dewan Pertimbangan Agung RI (1968-1978), dan Menteri Pekerjaan Umum (1950-1951). Herman Johannes mendapat gelar pahlawan nasional pada 2009.
Semasa kuliah, dia aktif berorganisasi. Herman Johannes juga sering kali menulis karangan ilmiah yang dimuat di majalah De Ingeniur in Nederlandsche Indie.
Gelar sebagai pahlawan nasional pantas untuk disematkan padanya dimana kiprah Herman dalam kemerdekaan Indonesia cukup banyak. Salah satunya, dia pernah membangun laboratorium persenjataan bagi TNI. Selain itu, ia berhasil pula membuat sejumlah bahan peledak untuk perang melawan Belanda, termasuk bom asap dan granat tangan. Saat Yogyakarta diserang oleh Belanda, Herman mendapat tugas dari Letkol Soeharto untuk menghancurkan jembatan-jembatan penghubung Yogya dengan kota-kota lain guna menghalau musuh.
2. Arnold Mononutu
Prof Arnold Mononutu lahir di Manado, Sulawesi Utara pada 4 Desember 1896 dengan nama Arnoldus Isaac Zacharias Mononutu.
Ia merupakan tokoh yang sangat berpengaruh dan dihargai sebagai putra daerah yang gagah berani sekaligus pejuang nasional.
Arnold pernah mengenyam pendidikan di Stovia, kemudian melanjutkan studi ke Belanda dalam bidang hukum.
Ketika di Belanda, jiwa nasionalismenya tergugah.Saat pulang kembali ke Tanah Air, Arnold berkiprah dalam pergerakan melawan Belanda.
Perjuangan Arnold bagi Indonesia, membuat dirinya dipercaya menduduki beberapa jabatan penting, seperti menjadi Menteri Penerangan Kabinet RIS tahun 1949-1950, Menteri Penerangan Kabinet Sukiman-Suwirjo, dan Menteri Penerangan pada Kabinet Wilopo.
Pada 30 Desember 1949, selaku Menteri Penerangan, Arnold mengukuhkan nama Jakarta sebagai nama baru bagi Kota Batavia.
Dalam dunia pendidikan, Arnold diangkat menjadi rektor ke-3 Universitas Hasanuddin pada 1960-1965.
Di masa kepemimpinannya, terjadi penambahan jumlah fakultas Universitas Hasanuddin, yang semula hanya tiga menjadi sembilan fakultas. Atas jasa-jasanya, Arnold Mononutu dianugerahi gelar pahlawan nasional oleh pemerintah pada 2020.
3. Mas Sardjito
Prof Dr Mas Sardjito adalah seorang pendiri sekaligus rektor pertama Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta.
Dirinya menjabat sebagai Rektor UGM pada periode 1949-1961. Selain itu, Sardjito juga pernah menjadi Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) pada 1964-1970. Selain itu, dia juga berperan penting dalam lahirnya Universitas Airlangga di Surabaya, Universitas Hasanuddin di Ujung Pandang, dan Universitas Andalas di Sumatra Barat.
Sardjito lahir di Madiun pada 13 Agustus 1889. Setelah lulus dari Stovia pada 1915, dia menjadi dokter di dinas kesehatan kota di Batavia.
Semasa hidupnya, Sardjito mengabdikan dirinya di dunia kedokteran. Dia juga banyak melakukan penelitian dan meninggalkan karya-karya di bidang kedokteran.
Peninggalannya yang paling terkenal dan digunakan hingga saat ini adalah obat batu ginjal.
Melalui pengabdiannya kepada Indonesia, Sardjito memperoleh penghargaan “Bintang Gerilya”. Penghargaan tersebut diberikan atas perjuangan gerilyanya dalam rangka membela kemerdekaan Indonesia.
Selain itu, dia juga mendapatkan dua penghargaan “Bintang Mahaputera” dan “Bintang Kehormatan Keilmuan”. Atas jasanya pula, nama Sardjito diabadikan sebagai nama Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr Sardjito di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sardjito ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada 18 November 2019.
4. Abdulkahar Mudzakkir
Prof KH Abdulkahar Mudzakkir merupakan seorang cendikiawan Islam yang telah banyak berkontribusi di dunia pendidikan dan politik.
Abdulkahar Mudzakkir lahir di Gading, Playen, Gunung Kidul, Yogyakarta pada 16 April 1907.
Tahun 1945-1948, Abdulkahar merintis berdirinya Sekolah Tinggi Islam (STI) di Jakarta dan menjadi rektor pertamanya.
Ketika STI bertransformasi menjadi Universitas Islam Indonesia (UII) yang berlokasi di Yogyakarta, Kahar juga menjabat sebagai rektor pertama yakni dari tahun 1948-1960. Dia bahkan tercatat sebagai rektor yang paling lama menjabat di UII.
Dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, Abdulkahar Mudzakkir pernah menjadi anggota BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Selain itu, dia juga menjadi bagian dari ‘panitia kecil’ yang beranggotakan sembilan orang, dimana bertugas merumuskan kembali pokok-pokok pidato Soekarno pada 1 Juni 1945 sebagai acuan dasar negara.
Dia dianugerahi gelar pahlawan nasional pada 8 November 2019.
Itulah kisah 4 rektor dari Perguruan Tinggi (PT) terkenal yang ditetapkan sebagai pahlawan nasional.
Editor : Miftahudin
Artikel Terkait