get app
inews
Aa Text
Read Next : Longsor di Galian C Ilegal Argasunya Tewaskan Satu Orang

Dilema di Balik Penutupan Galian C: Harapan yang Terkubur di Argasunya Cirebon

Senin, 23 Juni 2025 | 18:49 WIB
header img
Ratusan warga berkumpul menyaksikan proses evakuasi korban longsor tebing Argasunya, Kota Cirebon. Foto : Riant Subekti / iNews Cirebon

CIREBON, iNewsCirebon.id – Ratusan orang berkumpul di halaman kantor Kelurahan Argasunya, Kota Cirebon,Jawa Barat, Senin (23/6/2025). Mereka adalah para kuli gali dan sopir truk, orang-orang yang selama ini menggantungkan hidupnya dari aktivitas tambang pasir di bekas galian C Argasunya, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon.

Ratusan orang berkumpul di halaman kantor Kelurahan Argasunya, Kota Cirebon,Jawa Barat,

Suara mereka lantang. Wajah-wajah penuh harap dan kekhawatiran saling berpadu dalam suasana yang gamang. Galian yang menjadi sumber nafkah mereka kini resmi ditutup oleh Pemerintah Kota Cirebon. Alasannya: keselamatan dan legalitas. Namun bagi mereka, penutupan itu serupa vonis perlahan yang mematikan harapan.

 

“Kami hanya ingin makan, menyekolahkan anak-anak kami. Kalau ditutup begini, kami harus kerja apa lagi?” ucap Suhedi, salah satu perwakilan pekerja tambang. Suaranya bergetar, tapi matanya tajam penuh tekad. Ia berdiri di hadapan Lurah Argasunya, Bhabinkamtibmas, Babinsa, dan tokoh masyarakat lainnya yang menampung aspirasi mereka dalam sebuah audiensi pagi itu.

 

Ia tahu galian itu ilegal, bahkan berbahaya. Tapi ia juga tahu, sejak puluhan tahun lalu, tak ada pilihan lain yang realistis bagi mereka.

 

“Sudah ada dua nyawa melayang karena longsor, kami paham risikonya,” kata Suhedi. “Tapi hidup kami di sini. Kalau ditutup, lalu ke mana kami harus pergi? Disuruh alih profesi, tapi bagaimana? Tamat SD saja belum tentu.”

Penutupan itu memang bukan tanpa alasan. Menurut Lurah Argasunya, Mardiansyah, keputusan tersebut makin diperkuat pasca insiden longsor yang menewaskan dua orang pekerja belum lama ini. Pemerintah sudah lama memasang spanduk larangan aktivitas tambang, namun aktivitas tetap berjalan karena kebutuhan hidup lebih keras dari aturan.

 

"Penutupan ini untuk keselamatan warga juga," ujar Mardiansyah. “Kami memahami keresahan masyarakat. Hari ini, kami terima aspirasi mereka dan akan kami sampaikan ke tingkat atas.”

 

Namun jumlah orang yang terdampak tidak sedikit. Diperkirakan sekitar 500 warga menggantungkan hidup dari tambang itu. Mulai dari tukang gali, calo pasir, pemilik truk, hingga sopir. Penutupan berarti mematikan rantai ekonomi yang telah tumbuh bertahun-tahun.

 

Taryono, Ketua RW08 Kopi Luhur, menambahkan bahwa keputusan ini jangan sampai berat sebelah. Ia mengingatkan, jika galian ditutup, maka harus adil pula terhadap tempat pembuangan akhir (TPA) yang juga berada di wilayah mereka.

“Kalau galian ditutup, TPA pun harus ditutup. Jangan ada standar ganda,” tegasnya. Ia juga menekankan pentingnya solusi nyata dari pemerintah, terutama soal alih profesi. “Butuh modal, butuh pembinaan. Jangan cuma disuruh pindah kerja, tapi tidak diberi jalan.”

Ironisnya, pasir dari luar daerah kini justru membanjiri depot di Argasunya. Truk-truk lokal milik warga justru mangkrak, tak punya tempat beroperasi lagi karena sebagian besar galian lain pun ditutup.

Kini warga Argasunya berada di persimpangan jalan. Mereka tidak membela ilegalitas, tetapi mereka berjuang demi keberlangsungan hidup. Antara tuntutan keselamatan dan realita perut yang lapar, pemerintah dihadapkan pada tugas yang tak mudah: menutup lubang tambang tanpa membiarkan lubang kemiskinan makin menganga.

 

 

Editor : Miftahudin

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut