get app
inews
Aa Text
Read Next : Film Believe Gugah Nasionalisme Generasi Muda Cirebon Lewat Nobar Inspiratif

Dituntut 1 Tahun Lantaran Memarahi Suaminya Saat Mabuk, Komnas Perempuan Paparkan Kasus Sebenarnya

Rabu, 17 November 2021 | 17:17 WIB
header img
Valencya saat jalani sidang (Foto: iNews)

JAKARTA, iNews.id - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyesalkan proses hukum terhadap Valencya alias Nengsy Lim yang dituntut satu tahun penjara karena memarahi suaminya yang mabuk. 

Padahal, Valencya adalah korban KDRT. Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi menyebut, kondisi ini merupakan cermin ketidakmampuan aparat penegak hukum, khususnya kepolisian dan kejaksaan, dalam memahami relasi kuasa dalam kasus-kasus KDRT. 

Oleh karenanya, dirinya meminta Valencya dapat diputus bebas. "Memutus bebas sebagai presenden untuk menghentikan tindak kriminalisasi terhadap perempuan korban KDRT," ungkap Siti dalam keterangannya, Rabu (17/11/2021). 

Lebih jauh dikatakan Siti, pihaknya telah menerima pengaduan dari Valencya pada Juli 2021 lalu. Dari pengaduan itu diketahui, Valencya menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) berulang dan berlapis. 

Dijelaskan Siti, kejadian itu bermula ketika setelah menikah pada tahun 2011, Valencya mengikuti suaminya ke Taiwan. Di sana, dirinya baru mengetahui bahwa sang suami telah berbohong tentang status perkawinannya. "V juga menjadi pihak pencari nafkah utama sementara CYC kerap pulang dalam kondisi mabuk. 

V juga menghadapi kekerasan ekonomi akibat hutang CYC, termasuk untuk mengembalikan pinjaman atas mahar perkawinannya," tuturnya. Atas hal itu, Valencya, kata Siti kembali ke Indonesia untuk mengembangkan usaha milikinya. Valencya, jelas Siti, juga menjadi sponsor utama agar sang suami bisa mendapatkan kewarganegaraan Indonesia. 
"Namun, tabiat CYC yang kerap mabuk dan berhutang terus berlanjut. Atas peristiwa KDRT berlapis dan berulang serta dalam kurun waktu yang lama, V kemudian menggugat cerai," tuturnya. 


Dia memaparkan, gugatan cerai itu pun telah diputus Pengadilan Negeri Karawang, pada Januari 2020, dengan memberikan hak asuh anak kepada ibu. Sang suami pun diketahui harus memberikan nafkah dan biaya pendidikan per bulannya bagi kedua anaknya. 

Siti mengatakan, Komnas Perempuan telah menyarankan diterbitkannya Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) atas laporan CYC terhadap Valencya. Sebab, SP3 merupakan upaya mencegah hukum digunakan sebagai impunitas terhadap pelaku dan menegaskan perlindungan hukum bagi korban KDRT yang sebenarnya yaitu Valencya dan kedua anaknya. 

"Komnas Perempuan berharap kondisi ini dapat dikoreksi dengan mendorong Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Karawang untuk mengimplementasikan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 3 tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum dalam pemeriksaan kasus tersebut," ujarnya. 

 

Editor : Miftahudin

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut