JAKARTA, iNews.id - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan hari ini diprediksi terkoreksi. IHSG diperkirakan akan bergerak pada kisaran 6.026-6.084.JAKARTA, iNews.id - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan hari ini diprediksi terkoreksi. IHSG diperkirakan akan bergerak pada kisaran 6.026-6.084.
Analis Reliance Sekuritas Lanjar Nafi mengatakan, secara teknikal IHSG bergerak terkonsolidasi setelah pada pekan lalu membentuk pola candlestick bearish harami yang potensi pulled back resistance dan upper bollinger bands.
"Indikator Stochastic dan RSI bergerak pada zona overbought dengan potensi dead-cross dan Indikator MACD bergerak pada kondisi overvalue dengan divergence negatif dengan histogram memberikan signal koreksi. Sehingga diperkirakan IHSG berpotensi kembali bergerak tertahan hingga melemah dengan support resistance 6.026-6.084," kata dia dalam risetnya, Selasa (8/6/2021).
Adapun saham-saham yang masih dapat dicermati secara teknikal, di antaranya BIRD, LSIP, MEDC, MNCN, MIKA, PWON.
Sebelumnya, IHSG ditutup menguat tipis 4,76 poin atau 0,08 persen ke level 6.069 dengan saham DCII, ARTO, TLKM, KPIG dan MDKA menjadi leader penguatan diimbangi saham BBCA, BBRI, BRIS, UNTR dan BBNI yang menahan penguatan IHSG menjadi laggard pergerakan. Investor terfokus pada pergerakan yang cenderung bervariasi di Asia dan aksi tunggu investor terhadap data cadangan devisa Indonesia yang akan rilis selasa. Investor asing tercatat melakukan aksi beli bersih sebesar Rp124,10 miliar rupiah diawal pekan ini.
Sementara itu, Bursa Asia bervariasi diawal pekan dengan indeks Nikkei (+0,27 persen) dan TOPIX (+0,08 persen) menguat tipis dan pelemahan pada indeks HangSeng (-0,45 persen) dan CSI300 (-0,09 persen). Investor bereaksi terhadap data aktifitas perdagangan china yang tidak sesuai ekspektasi.
Bursa Eropa ditutup menguat. Indeks Eurostoxx (+0,38 persen), FTSE (+0,28 persen) dan DAX (+0,15 persen) menguat dengan produsen mobil dan perusahaan produk konsumen memimpin penguatan.
Investor terus mempertimbangkan risiko inflasi dan dampak potensial dari pajak perusahaan. Data inflasi yang bangkit kembali telah memicu perdebatan tentang kapan Federal Reserve akan mulai mengurangi stimulus dan Investor tetap mencoba untuk mencapai keseimbangan antara mempersiapkan suku bunga yang lebih tinggi.
Secara sentimen, investor akan terfokus pada data cadangan devisa Indonesia dan aktivitas perdagangan ekspor impor di Amerika Serikat (AS).
Editor : Miftahudin
Artikel Terkait