JAKARTA, iNews.id - Demensia identik dengan penyakit lansia. Semakin tua seseorang, kualitas otak akan berkurang dan ini memicu kemampuan berpikir tak lagi optimal.
Namun, semakin berkembangnya zaman, gangguan demensia ternyata sudah dialami juga oleh sebagian kecil kelompok non lansia. Bahkan, usia produktif pun bisa mengalami demensia.
"Menurut data yang saya peroleh dari dokter RSCM, ada pasien demensia di sana yang usianya 35 tahun," kata Pembina Alzheimer Indonesia Eva Sabdono, dalam Webinar #Gerakan1000LansiaMelawanPikun, Jumat (27/5/2022).
Eva mengungkapkan, salah satu penyebab paling besar mengapa kelompok non-lansia bisa terserang demensia adalah gaya hidup yang tidak sehat. Dan masalahnya, itu banyak dilakukan masyarakat produktif saat ini.
"Banyak dari anak muda sekarang yang gaya hidupnya banyak di waktu malam. Padahal, malam adalah jam biologis tubuh untuk istirahat. Perubahan gaya hidup ini memicu peningkatan risiko anak muda terserang demensia," papar Eva.
Lebih jauh, Neurolog Prof Yuda Turana mengatakan bahwa kebiasaan kurang tidur atau tidur tidak berkualitas juga bisa menjadi faktor risiko demensia. Terlebih jika individu tersebut gampang stres.
"Stres jangan disepelekan. Anda banyak olahraga, tapi juga sering stres, ya, tidak akan membuat tubuh sehat prima. Sejahtera itu, tubuh sehat dan psikis pun sehat," ujar Prof Yuda.
Dia pun mengungkapkan beberapa faktor risiko seseorang dapat mengalami demensia, misalnya tekanan darah tidak terkontrol, diabetes, obesitas, dan tidak aktif bergerak. Di samping itu, merokok dan konsumsi alkohol pun meningkatkan risiko demensia.
"Bahkan, studi terbaru mengatakan bahwa kesepian atau loneliness yang saat ini banyak dialami masyarakat, khususnya di masa pandemi, itu pun bisa memicu risiko demensia," katanya lagi.
Oleh sebab itu, Direktur Eksekutif ALZI Michael Dirk R. Maitimoe mengimbau seluruh anak muda untuk lebih 'aware' lagi dengan kesehatan otak dalam hal ini untuk mencegah demensia pun alzheimer di masa tua nanti.
"Kami sangat berharap agar anak muda memberi perhatian kepada demensia karena kasusnya pun sudah ada di usia yang lebih muda. Dengan mengetahui faktor risiko, diharapkan kita semua bisa mencegah demensia dari sekarang. Jangan maklum dengan pikun," ujar Michael.
Editor : Miftahudin