JAKARTA, iNewsCirebon.id - Fakta menarik dari rencana ilmuwan Rusia yang siap hidupkan kembali Paleovirus pembunuh hewan purba. Kekhawatiran akan pandemi baru, sekelompok ilmuwan ini mencoba 'menghidupkan kembali' virus kuno.
Seperti dilansir dari Daily Star, Rabu (21/12/2022) para ahli di Pusat Penelitian Vektor di Novosibirsk, Siberia, Rusia, yang menganalisis sisa-sisa gajah raksasa purba yang dikenal sebagai mammoth, badak berbulu, dan sejumlah hewan lain yang hidup selama Zaman Es.
Mereka mencoba mengidentifikasi dan menghidupkan kembali virus prasejarah yang dikenal sebagai paleovirus yang telah tidak aktif selama hampir setengah juta tahun.
Tim juga melakukan penelitian dengan tujuan mengekstraksi dan mempelajari infeksi penyebab kematian hewan prasejarah tersebut.
Namun, para ahli mengatakan, penelitian tersebut sangat berisiko karena virus yang membunuh mammoth dan hewan prasejarah lainnya juga bisa menginfeksi manusia.
Seorang ahli genom, Profesor Jean-Michel Claverie dari Pusat Penelitian Ilmiah Nasional di Universitas Aix-Marseille mengatakan: “Penelitian vektor sangat, sangat berisiko.
Sistem kekebalan tubuh kita tidak pernah menghadapi jenis virus ini. Beberapa virus berusia 200.000 atau bahkan 400.000 tahun. Pada 2019, ledakan gas menyebar melalui laboratorium yang disebut Pusat Penelitian Virologi Nasional (Vektor) di Koltsovo, Novosibirsk, Siberia, tempat penyimpanan penyakit yang sangat berbahaya termasuk Bubonic, Anthrax, dan Ebola.
Kesalahan lain di laboratorium Ebola terjadi pada tahun 2004 di Rusia yang mengakibatkan kematian seorang pekerja setelah dia tidak sengaja menusuk dirinya sendiri dengan jarum yang mengandung virus tersebut. Pusat Penelitian Virologi Nasional juga dikenal sebagai salah satu dari dua tempat di dunia tempat penyimpanan virus cacar yang tidak aktif.
Pakar biosekuriti di King's College London, Filippa Lentzos memperingatkan bahwa laboratorium yang paling aman pun tidak kebal terhadap pelanggaran hukum. Dia berkata: "Bahkan dengan praktik yang umumnya aman, kecelakaan masih bisa terjadi."
Pada 2016, satu anak meninggal dan puluhan lainnya dirawat di rumah sakit setelah wabah antraks yang disebabkan oleh bakteri bacillus anthracis di Siberia. Sementara itu, hewan yang diteliti di pusat penelitian ditemukan di wilayah Yakutia yang suhunya bisa turun hingga -55 derajat Celcius.
Editor : Miftahudin