JAKARTA, iNews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan masyarakat untuk waspada dengan kejahatan social engineering (soceng) atau begal rekening yang sedang marak.
Social engineering dapat diartikan sebagai tindakan memperoleh data nasabah seperti PIN, nomor baru, dan/atau informasi lain dengan cara menghubungi nasabah melalui telepon, SMS, aplikasi chatting, atau media lainnya.
Pelaku soceng biasanya menyampaikan informasi tertentu agar nasabah menghubungi nomor tertentu atau membuka situs web tertentu, yang membutuhkan verifikasi sehingga nasabah tanpa sadar memberikan data pribadi untuk masuk ke rekening nasabah.
Menurut Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik OJK, Anto Prabowo, terdapat 4 modus soceng yang saat ini sedang marak di masyarakat, yaitu:
1. Info perubahan tarif transfer bank
2. Tawaran menjadi nasabah prioritas
3. Akun layanan konsumen palsu
4. Tawaran menjadi agen laku pandai
Dia mengungkapkan, pelaku social engineering terutama yang berasal dari eksternal bank mengincar secara acak dengan memanfaatkan kelengahan dan ketidaktahuan nasabah.
Namun sebagai contoh untuk modus penawaran menjadi nasabah prioritas, tentunya pelaku bisa memetakan potensi dana yang dimiliki oleh calon korbannya.
Dia menjelaskan, kejahatan soceng yang sedang marak merugikan dua pihak, yakni bank dan nasabah. Total kerugian bank dan nasabah akibat kejahatan soceng atau begal rekening bahkan menembus ratusan miliar rupiah.
"Berdasarkan Laporan Strategi Antifraud yang disampaikan oleh perbankan ke OJK sampai dengan semester I 2021, kerugian riil yang dialami Bank Umum sebesar Rp246,5 miliar, sedangkan kerugian riil yang dialami Nasabah Bank sebesar Rp11,8 miliar" kata Anto Prabowo.
Bagi nasabah yang menjadi korban soceng, lanjutnya, selain mengalami kerugian finansial berupa hilangnya dana di rekening, juga pelayanan transaksi menjadi terganggu pada saat proses investigasi dilakukan.
Sedangkan bagi bank, berbagai kejadian risiko keamanan siber dapat menyebabkan kerugian langsung maupun tidak langsung.
Kerugian langsung merupakan kerugian yang dapat dihitung dan berdampak langsung pada Bank, contohnya kehilangan aset dan pembayaran ganti rugi kepada pihak lain (nasabah).
Sedangkan kerugian tidak langsung adalah kerugian yang sulit dihitung secara kuantitatif, namun dapat mengurangi efektivitas dari efisiensi bisnis Bank.
"Contoh dari kerugian tidak langsung adalah inefisiensi proses kerja, kehilangan kesempatan untuk memperoleh klaim/ keuntungan, dan kehilangan atau berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap Bank" ujar Anto Prabowo.
Editor : Miftahudin