Jejak Spiritual di Tanah Cirebon: Jamasan Pusaka Menyambut 1 Suro

Riant Subekti
Salah satu anggota Laskar Agung Macan Ali Kasultanan Cirebon, sedang melakukan ritual jamasan atau pencucian benda pusaka. Foto : Riant Subekti

CIREBON, iNewsCirebon.id - Sore itu, langit Cirebon berpendar keemasan saat lantunan gamelan Ki Ganden mengalun lembut dari kawasan Keraton Kasepuhan. Aroma kemenyan dan bunga tujuh rupa perlahan menguar, menandai dimulainya sebuah ritual kuno yang terus dijaga lintas generasi—Jamasan Pusaka.

 

Di halaman Mabes Laskar Agung Macan Ali Kesultanan Cirebon, ratusan benda pusaka mulai dari keris, tombak, kujang, hingga alat-alat dapur peninggalan ratusan tahun, berjejer rapi menanti giliran disucikan. Ritual ini bukan sekadar prosesi mencuci benda pusaka. Di balik air suci yang mengalir dari sumur Kejayaan—sumur tua yang berada di dalam Pakungwati Keraton—tersimpan makna spiritual yang dalam.

 

“Ini bukan soal benda. Ini tentang menjaga kehormatan dan menyambung tali batin dengan leluhur,” ujar Prabu Diaz, Panglima Tinggi Laskar Agung Macan Ali, sambil dengan khidmat membersihkan sebuah keris yang usianya diperkirakan mencapai 800 tahun.Kamis (26/6) 

 

Jamasan pusaka rutin dilakukan setiap menjelang 1 Suro, penanda tahun baru dalam kalender Jawa sekaligus tahun baru Islam. Bagi masyarakat Cirebon, momen ini diyakini sarat energi spiritual yang mampu membersihkan tidak hanya fisik benda, tapi juga batin pemiliknya.

 

Sebelum prosesi pencucian dimulai, para anggota Laskar bersama para sesepuh berkumpul dalam doa bersama. Mereka memanjatkan harapan agar tahun baru membawa keberkahan, keselamatan, dan kelestarian nilai-nilai leluhur. Di tengah harum kopi hitam dan denting gamelan, air suci mulai membasuh setiap pusaka, satu per satu, dengan penuh kehati-hatian.

Tahun ini, sebanyak 417 pusaka dibersihkan. Mulai dari senjata perang peninggalan masa kerajaan, hingga peralatan rumah tangga yang dulu digunakan oleh tokoh-tokoh penting di masa lampau. Semua dirawat dan dimuliakan.

 

“Bukan untuk disembah, bukan untuk didewakan,” tegas Prabu Diaz. “Kami hanya menjaga warisan leluhur, agar generasi mendatang tetap tahu dari mana mereka berasal.”

 

Namun tradisi spiritual ini tak berhenti di Jamasan saja. Dalam rangka menyambut 10 Muharram, yang dikenal sebagai hari istimewa bagi anak-anak yatim, Laskar Agung Macan Ali juga akan menggelar santunan untuk mereka. “Itu pesan dari Rasulullah,” kata Prabu Diaz, “bahwa 10 Muharram adalah harinya anak-anak yatim. Kita ingin ikut berbagi kebahagiaan.”

 

Di tengah modernitas yang terus mendesak tradisi ke pinggiran, Cirebon tetap bertahan sebagai saksi bisu kejayaan masa lalu—dan lewat Jamasan Pusaka, warisan itu terus dihidupkan, bukan hanya dalam bentuk, tapi juga dalam jiwa.

 

 

 

Editor : Miftahudin

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network