Desa Unik di Bali yang Seluruh Warganya Dilarang Petik Buah hingga Jual Tanah, Jangan Coba Melanggar
JAKARTA, iNewsCirebon.id - Ada desa unik di Bali yang melarang warganya untuk memetik buah, walau buah itu berada dalam pekarangan rumahnya.
Desa itu berada di Tenganan Pegringsingan, Karangasem, Bali. Desa satu ini memang sangat unik dan memiliki aturan tersendiri yang disebut awig-awig dan menjalankan konsep Tri Hita. Semua warganya di seluruh lapisan masyarakat, tanpa terkecuali memegang teguh aturan ini.
Tri Hita diambil dari kata Tri berarti tiga dan Hita Karana berarti penyebab kebahagiaan dalam mencapai keseimbangan dan keharmonisan.
Tri Hita terdiri dari unsur Parahyangan (hubungan yang seimbang antara manusia dengan Tuhan), Pawongan (hubungan harmonis antara manusia dengan manusia lainnya), dan Palemahan (hubungan harmonis antara manusia dengan lingkungan alam sekitarnya).
Oleh karena itu, warga desa ini tidak boleh memetik buah-buahan yang telah matang dari pohonnya karena harus menjaga hubungan harmonis antara manusia dan lingkungannya.
Buah-buahan boleh diambil jika lepas sendiri dari pohonnya dan jatuh ke tanah. Jika ada warga yang melanggar maka akan dikenakan denda 10 catu beras atau setara dengan 25kg. Hukuman yang diberikan sebagai bentuk pemerataan supaya masyarakat Desa Pegringsingan menjadi pekerja keras.
Selain aturan diatas, ternyata ada juga aturan lain yakni adanya larangan menjual atau menggadaikan tanahnya ke luar desa. Bahkan tanah itu tidak boleh beralih fungsi.
Apabila terjadi pelanggaran maka akan dikenakan hukuman dengan membayar dua kali lipat dari harga tanah. Tak hanya kena denda, tanah itu langsung menjadi milik desa adat.
Aturan dalam membangun rumah pun harus sesuai dengan hukum adat di Desa Tenganan Pegringsingan. Dimana, harus dibuat dengan luas yang sama dan struktur bangunan yang mirip bahkan susunan bahannya pun sama.
Dalam pekarangan harus mempunyai “bale tengah”, dimana bagian atasnya dibuat jineng atau lumbung padi, sebelah Selatan dibangun “bale beten” sedangkan pada sisi Barat tempat dapur dan toilet.
Aturan lainnya dalam pemilihan kepala desa atau calon pemimpin desa harus melalui proses mesabar-sabatan biu (perang buah pisang). Calon prajuru menurut adat setempat telah dididik sejak kecil.
Tak hanya itu, ada juga tradisi mageret pandan (perang pandan), di mana dua pasang pemuda akan bertarung di atas panggung dengan saling sayat menggunakan duri-duri pandan.
Ini dilakukan secara rutin guna menciptakan kondisi masyarakat yang kuat secara fisik maupun mental.
Selain deretan aturan adat yang ada, desa Pegringsingan juga memiliki tempat wisata yang menarik. Anda bisa melihat lebih dekat kehidupan unik di desa satu ini sembari berbelanja kerajinan khas daerah.
Beberapa hasil kerajinan tersebut seperti anyaman bambu, ukiran, dan lukisan di atas daun lontar yang telah dibakar, bahkan kain khas dari Pegringsingan.
Istimewanya, kain buatan masyarakat setempat ini menggunakan alat tenun dengan teknik tenun ikat ganda yang pembuatannya memerlukan keterampilan khusus. Satu helai kain tenun, memakan waktu 2,5 sampai 5 tahun tergantung pada tingkat kesulitan motif kain.
Demikianlah ulasan desa unik di Tenganan Pegringsingan Bali yang patut Anda kunjungi menjadi salah satu destinasi wisata untuk mengisi liburan.
Editor : Miftahudin
Artikel Terkait